Konsep
Pasar modal merupakan salah satu pilar penting dalam perekonomian dunia saat ini. Banyak industri dan perusahaan yang menggunakan institusi pasar modal sebagai media untuk menyerap investasi dan media untukmemperkuat posisi keuangannya. Bahkan, perekonomian modern tidak akan mungkin eksis tanpa adanya pasar modal yang terorganisir dengan baik. Setiap hari terjadi transaksi triliunan rupiah melalui institusi ini.
Oleh karena itu diperlukan konsep yang baik dalam membangun pasar modal syariah yang sesuai dengan tujuan dan fungsinya untuk kemaslahatan manusia. Menurut Al-Ghazali , maslahah yang dimaksud adalah meningkatkkan kesejahteraan seluruh manusia, yang terletak pada perlindungan keimanan, jiwa, akal, keturunan, dan kekayaan mereka.
Dalam Islam investasi merupakan kegiatan muamalah yang sangat dianjurkan, karena dengan berinvestasi harta yang dimiliki menjadi produktif dan juga mendatangkan manfaat bagi orang lain. Al-Quran dengan tegas melarang aktivitas penimbunan (iktinaz) terhadap harta yang dimiliki (9:33). Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad Saw bersabda,”Ketahuilah, Siapa yang memelihara anak yatim, sedangkan anak yatim itu memiliki harta, maka hendaklah ia menginvestasikannya (membisniskannya), janganlah ia membiarkan harta itu idle, sehingga harta itu terus berkurang lantaran zakat”
Untuk mengimplementasikan seruan investasi tersebut, maka harus diciptakan suatu sarana untuk berinvestasi. Banyak pilihan orang untuk menanamkan modalnya dalam bentuk investasi. Salah satu bentuk investasi adalah menanamkan hartanya di pasar modal. Pasar modal pada dasarnya merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan atau surat-surat berharga jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang maupun modal sendiri. Institusi pasar modal syariah merupakan salah satu pengejawantahan dari seruan Allah tentang investasi tersebut.
Prinsip pasar modal syariah tentunya berbeda dengan pasar modal konvensional. Sejumlah instrument syari’ah di pasar modal sudah dikenalkan kepada masyarakat, misalkan saham yang tergabung dalam Jakarta Islamic Index (JII), obligasi syari’ah dan reksa dana syari’ah. Pasar modal syari’ah pun sudah diluncurkan pada tanggal 14 Maret 2003.
Pasar Modal Syari’ah dapat diartikan sebagai pasar modal yang menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam kegiatan transaksi ekonomi dan terlepas dari hal-hal yang dilarang seperti: riba, perjudian, spekulasi dan lain-lain. Pasar modal syariah secara resmi diluncurkan pada tanggal 14 Maret 2003 bersamaan dengan penandatanganan MOU antara BAPEPAM-LK dengan Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN – MUI).
Walaupun secara resmi diluncurkan pada tahun 2003, namun instrumen pasar modal syariah telah hadir di Indonesia pada tahun 1997. Hal ini ditandai dengan peluncuran Danareksa Syariah pada 3 Juli 1997 oleh PT. Danareksa Investment Management. Selanjutnya, Bursa Efek Indonesia berkerjasama dengan PT. Danareksa Investment Management meluncurkan Jakarta Islamic Index pada tanggal 3 Juli 2000 yang bertujuan untuk memandu investor yang ingin menanamkan dananya secara syariah. Dengan hadirnya indeks tersebut, maka para pemodal telah disediakan saham-saham yang dapat dijadikan sarana berivestasi dengan penerapan prinsip syariah.
Ada beberapa prinsip dasar untuk membangun sistem pasar modal yang sesuai dengan ajaran Islam. Sedangkan untuk implementasinya, memang dibutuhkan proses diskursus yang panjang. Prinsip tersebut antara lain :
Pasar Modal Syari’ah dapat diartikan sebagai pasar modal yang menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam kegiatan transaksi ekonomi dan terlepas dari hal-hal yang dilarang seperti: riba, perjudian, spekulasi dan lain-lain. Pasar modal syariah secara resmi diluncurkan pada tanggal 14 Maret 2003 bersamaan dengan penandatanganan MOU antara BAPEPAM-LK dengan Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN – MUI).
Walaupun secara resmi diluncurkan pada tahun 2003, namun instrumen pasar modal syariah telah hadir di Indonesia pada tahun 1997. Hal ini ditandai dengan peluncuran Danareksa Syariah pada 3 Juli 1997 oleh PT. Danareksa Investment Management. Selanjutnya, Bursa Efek Indonesia berkerjasama dengan PT. Danareksa Investment Management meluncurkan Jakarta Islamic Index pada tanggal 3 Juli 2000 yang bertujuan untuk memandu investor yang ingin menanamkan dananya secara syariah. Dengan hadirnya indeks tersebut, maka para pemodal telah disediakan saham-saham yang dapat dijadikan sarana berivestasi dengan penerapan prinsip syariah.
Ada beberapa prinsip dasar untuk membangun sistem pasar modal yang sesuai dengan ajaran Islam. Sedangkan untuk implementasinya, memang dibutuhkan proses diskursus yang panjang. Prinsip tersebut antara lain :
- Tidak diperkenankannya penjualan dan pembelian secara langsung.
- Perubahan harga hanya ditentukan oleh kekuatan pasar, dimana tidak ada perubahan yang berarti dari nilai intrinsik saham.
- Saham-saham tersebut dijual ataupun dibeli jika memang tersedia.
- Penelitian account books secara cermat.
- Praktek standar manajemen bisnis dan akunting harus diterapkan pada semuaperusahaan yang telah memiliki kuota saham tertentu.
- Perlu ada proses audit dan investigasi secara mendadak untuk meneliti kebenaran daribalance sheet suatu perusahaan.
- Melarang perusahaan untuk menjual saham mereka sendiri.
Sedangkan Menurut metwally (1995,) fungsi dari keberadaan pasar modal syariah adalah:
- Memungkinkan bagi masyarakat berpartispasi dalam kegiatan bisnis dengan memperoleh bagian dari keuntungan dan risikonya.
- Memungkinkan para pemegang saham menjual sahamnya guna mendapatkan likuiditas
- Memungkinkan perusahaan meningkatkan modal dari luar untuk membangun dan mengembangkan lini produksinya
- Memisahkan operasi kegiatan bisnis dari fluktuasi jangka pendek pada harga saham yang merupakan ciri umum pada pasar modal konvensional
- Memungkinkan investasi pada ekonomi itu ditentukan oleh kinerja kegiatan bisnissebagaimana tercermin pada harga saham.
Karakteristik yang diperlukan dalam membentuk pasar modal syariah
(Metwally, 1995, ) adalah sebagai berikut :
- Semua saham harus diperjualbelikan pada bursa efek
- Bursa perlu mempersiapkan pasca perdagangan dimana saham dapat diperjualbelikan melalui pialang
- Semua perusahaan yang mempunyai saham yang dapat diperjualbelikan di Bursa efek diminta menyampaikan informasi tentang perhitungan (account) keuntungandan kerugian serta neraca keuntungan kepada komite manajemen bursa efek,dengan jarak tidak lebih dari 3 bulan
- Komite manajemen menerapkan harga saham tertinggi (HST) tiap-tiap perusahaan dengan interval tidak lebih dari 3 bulan sekali
- Saham tidak boleh diperjual belikan dengan harga lebih tinggi dari HST
- Saham dapat dijual dengan harga dibawah HST
- Komite manajemen harus memastikan bahwa semua perusahaan yang terlibat dalam bursa efek itu mengikuti standar akuntansi syariah
- Perdagangan saham mestinya hanya berlangsung dalam satu minggu periodeperdagangan setelah menentukan HST
- Perusahaan hanya dapat menerbitkan saham baru dalam periode perdagangan,dan dengan harga HST
Instrumen / efek syariah
Instrumen pasar modal pada prinsipnya adalah semua surat-surat berharga (efek) yang umum diperjualbelikan melalui pasar modal. Efek adalah setiap setiap surat pengakuan hutang, surat berharga komersial, saham, obligasi, sekuritas kredit, tanda bukti utang, right, warrans, opsi atau setiap derivatif dari efek atau setiap instrumen yang ditetapkan oleh Bapepam LK sebagai efek. Sifat efek yang diperdagangkan di pasar modal biasanya berjangka waktu panjang. Instrumen yang paling umum diperjualbelikan melalui buesa efek antara lain saham, obligasi, rights, obligasi konversi.
Sedangkan pasar modal syariah secara khusus memperjualbelikan efek syariah. Efek syariah adalah efek yang akad, pengelolaan perusahaan, maupun cara penerbitannya memenuhi prinsip-prinsip syariah yang didasarkan atas ajaran Islam yang penetapannya dilakukan oleh DSN-MUI dalam bentuk fatwa. Secara umum ketentuan penerbitan efek syariah haruslah sesuai dengan prinsip syariah di pasar modal. Prinsip-prinsip syariah di pasar modal adalah prinsip-prinsip hukum islam dalam kegiatan di bidang pasar modal berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), baik fatwa DSN-MUI yang ditetapkan dalam peraturan Bapepam dan LK maupun fatwa DSN-MUI yang telah diterbitkan sebelum ditetapkannya peraturan Bapepam dan LK.
Sampai saat ini, efek-efek syariah menurut fatwa DSN MUI No. 40/DSN-MUI/X/3003 tentang pasar modal dan pedoman umum penerapan prinsip syariah di bidang pasar modal mencakup, saham syariah, obligasi syariah, reksadana syariah, kontrak investasi kolektif efek beragun aset (KIK EBA) syariah, dan surat berharga lainnya yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Belakangan, instrumen keuangan syariah bertambah dalam fatwa DSN-MUI No. 65/DSN-MUI/III/2008 tentang Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) Syariah dan fatwa DSN-MUI No. 66/DSN-MUI/III/2008 tentan Waran Syariah pada tanggal 6 maret 2008.
1. Saham Syariah
Saham atau stocks adalah surat bukti atau tanda kepemilikan bagian modal pada suatu perusahaan terbatas. Dengan demikian si pemilik saham merupakan perusahaan. Semakin besar saham yang dimilikinya, maka semakin besar pula kekuasaannya di perusahaan tersebut. Keuntungan yang diperoleh dari saham dikenal dengan nama dviden. Pembagian dividen ditetapkan pada penutupan laporan keuangan berdasarkan RUPS ditentukan berapa dividen yang dibagi dan laba ditahan.
Sedangkan saham syariah adalah sertifikat yang menunjukkan bukti kepemilikan suatu perusahaan yang diterbitkan oleh emiten yang kegiatan usaha maupun cara pengelolaanya tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Dalam prinsip syariah , penyertaan modal dilakukan pada perusahaan-perusahaan yang tidak melanggar prinsip-prinsip syariah, seperti bidang perjudian, riba, memproduksi barang yang diharamkan seperti minuman berakohol. Penyertaan modal dalam bentuk saham yang dilakukan pada suatu perusahaan yang kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan syariah dapat dilakukan dengan akad musyarakah dan mudharabah. Akad musyarakah umumnya dilakukan pada saham perusahaan privat, sedangkan akad mudharabah umumnya dilakukan pada saham perusahaan publik.
Di Indonesia, prinsip-prinsip penyertaan modal syariah tidak diwujudkan dalam bentuk saham syariah maupun non syariah, melainkan berupa pembentukan indeks saham yang memenuhi prinsip-prinsip syariah. Dalam hal ini, di Bursa Efek Indonesia terdapat Jakarta Islamic Index (JII) yang merupakan 30 saham yang memenuhi kriteria syariah yang ditetapkan Dewan Syariah Nasional (DSN). Indeks JII dipersiapkan oleh PT Bursa Efek Indonesia (BEI) bersama dengan PT Danareksa Investman Management.
Jakarta Islamic Index dimaksudkan untuk digunakan sebagai tolok ukur (bencmark) untuk mengukur kinerja suatu investasi pada saham berbasis syariah. Melalui index ini diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan investor untuk mengembangkan investasi dalam ekuiti secara syariah.
Penerbitan efek syariah berbentuk saham oleh emiten atau perusahaan publik yang menyatakan bahwa kegiatan usaha serta cara pengelolaan usahanya dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip syariah di pasar modal. Emiten yang melakukan penerbitan efek syariah berupa saham, wajib mengikuti ketentuan umum pengajuan pernyataan pendaftaran atau pedoman mengenai bentuk dan isi pernyataan pendaftaran perusahaan publik serta ketentuan tentang penawaran umum yang terkait lainnya yang diatur oleh Bapepam LK dan mengungkapkan informasi tambahan dalam prospektus bahwa kegiatan usaha serta cara pengelolaan usahanya dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip syariah di pasar modal.
Secara umum perusahaan yang akan menerbitkan efek syariah harus memenuhi hal-hal berikut :
- Dalam anggaran dasar dimuat ketentuan bahwa kegiatan usaha serta cara pengelolaan usahanya dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip syariah di pasar modal.
- Jenis usaha, produk barang, jasa yang diberikan, aset yang dikelola, akad, dan cara pengelolaan emiten atau perusahaan publik dimaksud tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah di pasar modal.
- Emiten atau perusahaan publik memiliki anggota direksi dan anggota komisaris yang mengerti kegiatan-kegiatan yang bertentangandengan prinsip-prinsip syariah di pasar modal.
2. Obligasi Syariah (Sukuk)
Obligasi atau bonds secara konvensional adalah merupakan bukti utang dari emiten yang dijamin oleh penanggung yang mengandung janji pembayaran bunga atau janji lainya serta pelunasan pokok pinjaman yang dilakukan pada tanggal jatuh tempo.
Sedangkan obligasi syariah sesuai dengan fatwa Dewan syariah Nasional No. 32 / DSN – MUI / IX / 2002 adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa nagi hasil / margin/ fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo. Dengan demikian, pemegang obligasi syariah akan mendapatkan keuntungan bukan dalam bentuk bunga melainkan dalam bentuk bagi hasil / margin/ fee.
Sukuk pada prinsipnya mirip seperti obligasi konvensional, dengan perbedaan pokok, antara lain berupa penggunaan konsep imbalan dan bagi hasil sebagai pengganti bunga, adanya suatu tansaksi pedukung (underlying transaction) berupa sejumlah tertentu aset yang menjadi dasar penerbitan sukuk, dan adanya akad atau perjanjian anatara para pohak yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Selain itu, sukuk juga harus distruktur secara syariah agar instrumen keuangan ini aman dan terbatas dari riba, gharar, dan maysir.
Sukuk merupakan efek syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian penyertaan yang tidak terpisahan atau tidak terbagi atas kepemilikan aset berwujud tertentu, nilai manfaat dan jasa atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu.
Ditinjau dari segi jenis akadnya, obligasi syariah terbagi pada obligasi syariah mudharabah, ijarah, musyarakah, murabahah, salam, istishna. Disamping itu, ada juga obligasi syariah mudharabah konversi. Sedangkan ditinjau dari institusi yang menerbitkan obligasi syariah, maka obligasi syariah terbagi dua, yaitu obligasi korporasi (perusahaan) dan obligasi negara (SBSN).
Bebagai jenis struktur sukuk yang dikenal secara internasional dan telah mendapatkan endorsement dari The Accounting and Auditing Organisation for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) dan diadopsi dalam UU No. 19 Tahun 2008 tentang SBSN antara lain :
- Sukuk Ijarah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad ijarah dimana satu pihak bertindak sendiri atau melalui wakilnya menjual atau menyewakan hak manfaat atas suatu aset kepada pihak lain berdasarkan harga dan periode yang disepakati, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri. Sukuk ijarah dibedakan menjadi Ijarah Muntahiya bittamlik (sale and lease back) dan Ijarah Headlease and sublease.
- Sukuk Mudharabah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad mudharabah dimana satu pihak menyediakan modal dan pihak lain menyediakan tenaga dan keahlian, keuntungan dari kerjasama tersebut akan dibagi berdasarkan perbandingan yang telah disetujui sebelumnya. Kerugian yang timbul akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak yang menjadi penyedia modal.
- Sukuk Musyarakah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad musyarakah dimana dua pihak atau lebih bekerjasama menggabungkan modal untuk membangun proyek baru, mengembangkan proyek yang telah ada, atau membiayai kegiatan usaha. Keuntungan maupun kerugian yang timbul ditanggung bersama sesuai dengan jumlah partisipasi modal masing-masing pihak.
- Sukuk Istisna, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian akad istisna diantara para pihak menyepakati jual beli dalam rangka pembiayaan suatu proyek/barang. Adapun harga, waktu pembayaran, dan spesifikasi barang/proyek ditentukan terlebih dahulu berdasarkan kesepakatan.
Disamping itu, ada juga obligasi syariah mudharabah konversi. Sedangkan ditinjau dari institusi yang menerbitkan obligasi syariah, maka obligasi syariah terbagi dua, yaitu obligasi korporasi (perusahaan) dan obligasi negara (SBSN).
2.1. Sukuk Korporasi
Sukuk korporasi merupakan jenis obligasi syariah yang diterbitkan oleh suatu perusahaan yang memenuhi prinsip syariah. Dalam penerbitan sukuk korporasi terdapat beberapa pihak yang terlibat, yaitu :
- Obligor, adalah emiten yang betanggung jawab atas pembayaran imbalan dan nilai nominal sukuk yang diterbitkan samapai dengan sukuk jatuh tempo.
- Wali amanat (trustee) untuk mewakili kepentingan investor.
- Investor, yaitu pemegang sukuk yang memiliki hak atas imbalan, margin, dan nilai nominal sukuk sesuai partisipasi masing-masing.
2.2. Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)
Surat berharga syariah negara atau sering juga disebut sukuk negara, adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.
SBSN memiliki karakteristik :
- Sebagai bukti kepemilikan suatu aset berwujud atau hak manfaat; pendapatan berupa imbalan, margin, dan bagi hasil, sesuai jenis akad yang digunakan.
- Terbebas dari unsur riba, gharar dan maysir
- Penerbitannya melalui wali amanat berupa special purpose vehicle (SPV)
- Memerlukan underlying asset. Aset yang menjadi objek perjanjian harus memiliki nilai ekonomis, dapat berupa aset berwujud atau tidak berwujud. Fungsi underlyin asset adalah untuk menghindari riba, sebagai prasyarat untuk dapat diperdagangkannya sukuk di pasar sekunder, dan akan menentukan jenis struktur sukuk.
- Penggunaan proceeds harus sesuai prinsip syariah.
Sukuk negara diterbitkan dengan tujuan :
- Memperluas basis sumber pembiayaan anggaran negara.
- Mendorong pengembangan pasar modal syariah.
- Menciptakan benchmark di pasar keuangan syariah.
- Diversifikasi basis investor.
- Mengembangkan alternatif instrumen investasi.
- Mengoptimalkan pemanfaatan barang milik negara.
- Memanfaatkan dana-dana masyarakat yang belum terjangkau oelh sistem keuangan konvensional.
3. Reksa Dana Syariah
Reksa dana syariah adalah reksa dana yang beroperasi menurut ketentuan dan prinsip syariah Islam, baik dalam bentuk akad antara pemodal sebagai pemilik harta (shohibul mal) dengan manager investasi, begitu pula pengelolaan dana investasi, begitu pula pengelolaan dana investasi sebagai wakil shohibul mal, maupun antara manajer investasi sebagai wakil shohibul mal dengan pengguna investasi.
Disamping investasi secara mandiri atau secara langsung, investor juga dapat meminta pihak lain yang dipercaya dan dipandang lebih memiliki kemampuan untuk mengelola investasi. Sehingga timbul kebutuhan akan manajer investasi yang memahami investasi secara syariah dan kebutuhan akan reksa dana syariah. Manajer investasi, dengan akad wakalah akan menjadi wakil dari investor untuk kepentingan dan atas nama investor. Sedangkan reksa dana syariah akan bertindak dalam akad mudharabah sebagai mudharib yang mengelola dana milik bersama dari pemilik dana. Sebagai bukti penyertaan pemilik dana akan mendapat unit penyertaan dari reksa dana syariah.
Tetapi reksa dana syariah sebenarnya tidak bertindak sebagai mudharib murni karena reksa dana syariah akan menempatkan kembali dana ke dalam kegiatan emiten melalui pembelian efek syariah. Dalam hal ini, reksa dana syariah berperan sebagai mudharib dan emiten berperan sebagai mudharib. Oleh karena itu hubungan ini disebut sebagai ikatan mudharabah bertingkat.
Dalam kedua situasi tersebut manajer investasi akan memberikan jasa secara langsung atau tidak langsung kepada investor yang ingin melakukan investasi mengikuti prinsisp syariah. Oleh karena itu disamping memahami investasi mengikuti prinsip syariah, manajer investasi juga harus mampu melakukan kegiatan pengelolaan yang sesuai syariah.
4. Efek Beragun Aset Syariah
Efek beragun aset syariah adalah efek yang diterbitkan oleh kontrak investasi kolektif EBA syariah yang portofolionya terdiri dari aset keuangan berupa tagihan yang timbul dari surat berharga komersial, tagihan yang timbul di kemudian hari, jual beli pemilikan aset fisik oleh lembaga keuangan, efek bersifat investasi yang dijamin oleh pemerintah, sarana peningkatan investasi/arus kas serta aset keuangan setara, yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
5. Hak Memesan Efek Terlebuh Dahulu (Rights Issue)
Fatwa DSN-MUI No : 65/DSN-MUI/III/2008 tentang Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) memastikan bahwa kehalalan investasi di pasar modal syariah tidak hanya berhenti pada istrumen efek yang bernama saham saja, tetapi juga pada produk derivatifnya. Produk terunan saham (derivatif) yang dinilai sesuai dengan kriteria DSN adalah produk rights (HMETD). Produk yang bersifat hak dan melekat dengan produk induknya itu menjadi produk investasi yang sudah memenuhi criteria DSN.
Mekanisme HMETD ini dipandang lebih menguntungkan dibandingkan harus meminjam ke bank karena dana yang diperoleh lebih murah, tak ada biaya tambahan, provisi, dan maslah administrasi bank lainnya, karena dana dipasok oleh pemegang sahamnya sendiri.
Mekanisme rights bersifat opsional dimana rights merupakan hak untuk membeli saham pada harga tertentu pada waktu yang telah ditetapkan. Rights ini diberikan kepada pemegang saham lama yang berhak untuk mendapatkan tambahan saham baru yang dikeluarkan perusahaan pada saat second offering.
6. Warran Syariah
Fatwa DSN-MUI Nomer : 68/DSN-MUI/III/2008 tentang warran syariah pada tanggal 6 Maret 2008 memastikan bahwa kehalalan investasi di pasar modal tidak hanya berhenti pada instrument efek yang bernama saham saja, tetapi juga pada produk derivatifnya. Produk turunan saham (derivatif) yang dinilai sesuai dengan criteria DSN adalah juga warran. Berdasarkan fatwa pengalihan saham dengan imbalan, seorang pemegang saham dibolehkan untuk mengalihkan kepemilikan sahamnya kepada orang lain dengan mendapatkan imbalan.
Mekanisme warran bersifat opsional dimana warran merupakan hak untuk membeli sebuah saham pada harga yang telah ditetapkan dengan waktu yang telah ditetapkan pula. Misalkan warran saham ABU jatuh tempo pada Agustus 2011 dengan exercise price Rp 5.000, artinya jika investor memilki wararan saham ABU, maka dia berhak untuk membeli satu saham ABU itu pada bulan Agustus 2011 pada harga Rp 5.000. Warran sebelum jatuh tempo bisa diperdagangkan. Dan hasil penjualannya warran tersebut merupakan keuntungan bagi investor yang memilikinya.
TANTANGAN
Dalam menghadapi tantangan dalam pengembangan instrumen syariah, diharapkan pengembangannya untuk tidak boleh terlepas dari prinsip-prinsip syariah baik dalam produk-produknya maupun dari cara pengelolaanya. Oleh karenanya tidak semua emiten dapat menerbitkan efek syariah. Untuk menerbitkan efek syariah, beberapa persyaratan berikut yang harus dipenuhi:
- Aktivitas utama (core business) yang halal, tidak bertentangan dengan substansi Fatwa No: 20/DSN-MUI/IV/2001. Fatwa tersebut menjelaskan bahwa jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan syariah Islam di antaranya adalah:
- Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang.
- Usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi konvensional.
- Usaha yang memproduksi, mendistribusi, serta memperdagangkan makanan dan minuman haram.
- Usaha yang memproduksi, mendistribusi, dan atau menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.
- Peringkat Investment Grade:
- Memiliki fundamental usaha yang kuat.
- Memiliki fundamental keuangan yang kuat.
- Memiliki citra yang baik bagi publik
Selain itu tantangan dan ganjalan yang dihadapi dalam investasi syariah adalah konsep bagi hasil yang tidak mampu memberikan patokan tingkat penghasilan yang pasti. Pintar tidaknya pengelola dana akan menjadi ukuran sekaligus berdampak pada hasil yang bisa diperoleh investor. Disadari bahwa instrumen investasi syariah masih terbatas, sehingga kemampuan pengelola dana dalam mengatur portofolionya juga harus piawai. Diversifikasi investasi yang terbatas jelas akan menyulitkan pengelola dana. Oleh karena itu, investasi syariah mempunyai risiko yang lebih tinggi.
Hal yang sama juga dialami dalam produk perbankan syariah. Dalam produk perbankan syariah, juga didasarkan pada konsep bagi hasil sehingga patokan tingkat penghasilan juga tidak pasti. Kemampuan pengelola atau profesionalisme yang terlibat di dalamnya akan sangat menentukan kinerja perbankan syariah
Terlepas apapun polemik tentang Investasi di pasar modal syariah yang terdapat di tengah masyarakat, adalah menjadi tugas bersama untuk memperbaiki, dan bahkan menyusun kembali baik sekuritas, Saham Syariah, di pasar saham ini sesuai dengan prinsip syariah yang sebenarnya, sehingga dapat memberikan kemaslahatan bagi umat.
Pada sisi lain, harus diakui bahwa masih terdapat beberapa permasalahan mendasar yang menjadi kendala berkembangnya pasar modal yang berprinsip syariah di Indonesia. Kendala-kendala dimaksud diantaranya adalah selain masih belum meratanya pemahaman dan atau pengetahuan masyarakat Indonesia tentang investasi di pasar modal yang berbasis syariah, juga belum ditunjangnya dengan peraturan yang memadai tentang investasi syariah di pasar modal Indonesia serta adanya anggapan bahwa untuk melakukan investasi di pasar modal syariah dibutuhkan biaya yang relatif lebih mahal apabila dibandingkan dengan investasi pada sektor keuangan lainnya.
Dalam mengembangkan pasar modal syariah di Indoensia, ada beberapa kendala yang dihadapi antara lain :
- Selama ini pasar modal syariah lebih populer sebagai sebuah wacana dimana banyak bicara tentang bagaimana pasar yang disyariahkan. Dimana selama ini praktek pasar modal tidak bisa dipisahkan dari riba, maysir dan gharar, dan bagaimana memisahkan ketiganya dari pasar modal
- Sosialisasi instrumen syariah di pasar modal perlu dukungan dari berbagai pihak.
- Karena ternyata perkembangan Jakarta Islamic Index dan reksadana syariah kurang tersosialisasi dengan baik sehingga perlu dukungan dari berbagai pihak, khususnya praktisi dan akademisi. Praktisi dapat menjelaskan keberadaan pasar modal secara pragmatis sedangkan akademisi bisa menjelaskan secara ilmiah
Beradasarkan pada kendala –kendala di atas maka strategi yang perlu dikembangkan
- Perlu keaktifan dari pelaku bisnis (pengusaha) muslim untuk membentuk kehidupan ekonomi yang islami. Hal ini guna memotivasi meningkatkan image pelaku pasar terhadap keberadaan instrumen pasar modal yang sesuai dengan syariah
- Diperlukan rencana jangka pendek dan jangka panjang oleh Bapepam untuk mengakomodir perkembangan instrumen-instrumen syariah dalam pasar modal.
- Perlu kajian-kajian ilmiah mengenai pasar modal syariah, oleh karena itu dukungan akademisi sangat diperlukan guna memahamkan perlunya keberadaan pasar modal syariah.
PROSPEK
Dalam perjalanannya, perkembangan pasar modal syariah di Indonesia telah
mengalami kemajuan, sebagai gambaran setidaknya terdapat beberapa perkembangan dan kemajuan pasar modal syariah yang patut dicatat diantaranya adalah telah diterbitkan 6 (enam) Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang berkaitan dengan industri pasar modal. Adapun ke enam fatwa dimaksud adalah :
- No.05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Saham
- No.20/DSN-MUI/IX/2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksa Dana Syariah
- No.32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah;
- No.33/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah;
- No.40/DSN-MUI/IX/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip syariah di Bidang Pasar Modal;
- No.41/DSN-MUI/III/2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah.
Dengan diterbitkannya fatwa-fatwa yang berkaitan dengan pasar modal, telah memberikan dorongan untuk mengembangkan alternatif sumber pembiayaan yang sekaligus menambah alternatif instrumen investasi halal. Perkembangan pasar modal syariah saat ini ditandai dengan maraknya perusahaan yang listing di Jakarta Islamic Index (JII), penawaran umum Obligasi Syariah dan juga Reksadana Syariah. Kinerja saham syariah yang terdaftar dalam JII mengalami perkembangan yang cukup mengembirakan.
Dalam rangka mengakomodasi kebutuhan masyarakat yang memiliki motif investasi yang didasari prinsip syariah dan dilandasi akan keyakinan prospek berkembangnya pasar modal syariah yang akan menjadi salah satu pilar penunjang industri pasar modal Indonesia, BAPEPAM-LK telah menyusun Master plan pasar modal Indonesia. Didalamnya terdapat dua strategi utama pengembangan pasar modal berbasis syariah, yaitu :
- Penyusunan kerangka hukum yang dapat memfasilitasi pengembangan pasar modal berbasis syariah dan mendorong pengembangannya.
- Mendorong pengembangan serta penciptaan produk-produk pasar modal berbasis syariah. Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Dana reksa Investment Management (DIM) pada tahun 2000 telah meluncurkan Jakarta Islamic (JII) yang terdiri dari 30 saham yang sesuai dengan prinsip syariah.
Dua strategi utama tersebut dijabarkan Bapepam menjadi tujuh implementasi strategi:
- Mengatur penerapan prinsip syariah
- Menyusun standar akuntansi
- Mengembangkan profesi pelaku pasar
- Sosialisasi prinsip syariah
- Mengembangkan produk
- Menciptakan produk baru
- Meningkatkan kerja sama dengan Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI
Dari mulai konsep sampai prospek pada pasar modal syariah, pada akhirnya yang terpenting yang harus terjadi di pasar modal syariah adalah bahwa setiap transaksi (jual-beli) saham harus dengan niat dan tujuan untuk memperoleh penambahan modal, memperoleh aset likuid, maupun mengharap deviden dengan memilikinya sampai jatuh tempo, sehingga menjadi halal sepanjang usahanya tidak dalam hal yang haram. Namun ketika aktivitas jual beli saham tersebut disalah gunakan dan menjadi alat spekulasi mengejar keuntungan di atas kerugian pihak lain, maka hukumnya haram karena berubah menjadi perjudian saham.