Selasa, 06 September 2011

PASAR MODAL SYARIAH : KONSEP, TANTANGAN, DAN PROSPEK

Konsep

        Pasar modal merupakan salah satu pilar  penting dalam perekonomian dunia saat ini. Banyak industri dan perusahaan yang menggunakan institusi pasar modal sebagai media untuk menyerap investasi dan media untukmemperkuat posisi keuangannya. Bahkan, perekonomian modern tidak akan mungkin eksis tanpa adanya pasar modal yang terorganisir dengan baik. Setiap hari terjadi transaksi triliunan rupiah melalui institusi ini.
      
       Oleh karena itu diperlukan konsep yang baik dalam membangun pasar modal syariah yang sesuai dengan tujuan dan fungsinya untuk kemaslahatan manusia.  Menurut Al-Ghazali , maslahah yang dimaksud adalah meningkatkkan kesejahteraan seluruh manusia, yang terletak  pada perlindungan keimanan, jiwa, akal, keturunan, dan kekayaan mereka.
      
       Dalam Islam investasi merupakan kegiatan muamalah yang sangat dianjurkan, karena dengan berinvestasi harta yang dimiliki menjadi produktif dan juga mendatangkan manfaat bagi orang lain. Al-Quran dengan tegas  melarang aktivitas  penimbunan (iktinaz) terhadap harta yang dimiliki (9:33). Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad Saw bersabda,”Ketahuilah, Siapa yang memelihara anak yatim, sedangkan anak yatim itu memiliki harta, maka hendaklah ia menginvestasikannya (membisniskannya), janganlah ia membiarkan harta itu idle, sehingga harta itu terus berkurang lantaran zakat”

       Untuk mengimplementasikan seruan investasi  tersebut, maka harus diciptakan suatu sarana untuk berinvestasi.  Banyak pilihan orang untuk menanamkan modalnya dalam bentuk investasi. Salah satu bentuk investasi adalah menanamkan hartanya di pasar modal.  Pasar modal pada dasarnya merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan atau surat-surat berharga jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang maupun modal sendiri. Institusi pasar modal syariah merupakan salah satu pengejawantahan  dari seruan Allah tentang investasi  tersebut.

       Prinsip pasar modal syariah tentunya berbeda dengan pasar modal konvensional. Sejumlah instrument syari’ah di pasar modal sudah dikenalkan kepada masyarakat, misalkan saham yang tergabung dalam Jakarta Islamic Index (JII), obligasi syari’ah dan reksa dana syari’ah. Pasar modal syari’ah pun sudah diluncurkan pada tanggal 14 Maret 2003.

       Pasar Modal Syari’ah dapat diartikan sebagai pasar modal yang menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam kegiatan transaksi ekonomi dan terlepas dari hal-hal yang dilarang seperti: riba, perjudian, spekulasi dan lain-lain. Pasar modal syariah secara resmi diluncurkan pada tanggal 14 Maret 2003 bersamaan dengan penandatanganan MOU antara BAPEPAM-LK dengan Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN – MUI).

       Walaupun secara resmi diluncurkan pada tahun 2003, namun instrumen pasar modal syariah telah hadir di Indonesia pada tahun 1997. Hal ini ditandai dengan peluncuran Danareksa Syariah pada 3 Juli 1997 oleh PT. Danareksa Investment Management. Selanjutnya, Bursa Efek Indonesia berkerjasama dengan PT. Danareksa Investment Management meluncurkan Jakarta Islamic Index pada tanggal 3 Juli 2000 yang bertujuan untuk memandu investor yang ingin menanamkan dananya secara syariah. Dengan hadirnya indeks tersebut, maka para pemodal telah disediakan saham-saham yang dapat dijadikan sarana berivestasi dengan penerapan prinsip syariah.

        Ada beberapa prinsip dasar untuk membangun sistem pasar modal yang sesuai dengan ajaran Islam. Sedangkan untuk implementasinya, memang dibutuhkan proses diskursus yang panjang.  Prinsip tersebut antara lain :

  1. Tidak diperkenankannya penjualan dan pembelian secara langsung.
  2. Perubahan harga hanya ditentukan oleh kekuatan pasar, dimana tidak ada perubahan yang berarti dari nilai intrinsik saham.
  3. Saham-saham tersebut dijual ataupun dibeli jika memang tersedia.
  4. Penelitian account books secara cermat.
  5. Praktek standar manajemen bisnis dan akunting harus diterapkan pada semuaperusahaan yang telah memiliki kuota saham tertentu.
  6. Perlu ada proses audit dan investigasi secara mendadak untuk meneliti kebenaran daribalance sheet suatu perusahaan.
  7. Melarang perusahaan untuk menjual saham mereka sendiri.

       Sedangkan Menurut metwally (1995,) fungsi dari keberadaan pasar modal syariah adalah:
  • Memungkinkan bagi masyarakat berpartispasi dalam kegiatan bisnis dengan       memperoleh bagian dari keuntungan dan risikonya.
  • Memungkinkan para pemegang saham menjual sahamnya guna mendapatkan     likuiditas
  • Memungkinkan perusahaan meningkatkan modal dari luar untuk membangun dan    mengembangkan lini produksinya
  • Memisahkan operasi kegiatan bisnis dari fluktuasi jangka pendek pada harga      saham yang merupakan ciri umum pada pasar modal konvensional
  • Memungkinkan investasi pada ekonomi itu ditentukan oleh kinerja kegiatan  bisnissebagaimana tercermin pada harga saham.
        
            Karakteristik yang diperlukan dalam membentuk pasar modal syariah    
            (Metwally, 1995, ) adalah sebagai berikut :
  • Semua saham harus diperjualbelikan pada bursa efek        
  • Bursa perlu mempersiapkan pasca perdagangan dimana saham dapat diperjualbelikan melalui pialang
  • Semua perusahaan yang mempunyai saham yang dapat diperjualbelikan di Bursa efek diminta menyampaikan informasi tentang perhitungan (account) keuntungandan kerugian serta neraca keuntungan kepada komite manajemen bursa efek,dengan jarak tidak lebih dari 3 bulan
  • Komite manajemen menerapkan harga saham tertinggi (HST) tiap-tiap  perusahaan  dengan interval tidak lebih dari 3 bulan sekali
  • Saham tidak boleh diperjual belikan dengan harga lebih tinggi dari HST
  • Saham dapat dijual dengan harga dibawah HST
  • Komite manajemen harus memastikan bahwa semua perusahaan yang terlibat  dalam bursa efek itu mengikuti standar akuntansi syariah
  • Perdagangan saham mestinya hanya berlangsung dalam satu minggu periodeperdagangan setelah menentukan HST
  • Perusahaan hanya dapat menerbitkan saham baru dalam periode perdagangan,dan  dengan harga HST
          
  
Instrumen / efek syariah

       Instrumen pasar modal pada prinsipnya adalah semua surat-surat berharga (efek) yang umum diperjualbelikan melalui pasar modal.  Efek adalah setiap setiap surat pengakuan hutang, surat berharga komersial, saham, obligasi, sekuritas kredit, tanda bukti utang, right, warrans, opsi atau setiap derivatif dari efek atau setiap instrumen yang ditetapkan oleh Bapepam LK sebagai efek.  Sifat efek yang diperdagangkan di pasar modal biasanya berjangka waktu panjang.  Instrumen yang paling umum diperjualbelikan melalui buesa efek antara lain saham, obligasi, rights, obligasi konversi.

       Sedangkan pasar modal syariah secara khusus memperjualbelikan efek syariah.  Efek syariah adalah efek yang akad, pengelolaan perusahaan, maupun cara penerbitannya memenuhi prinsip-prinsip syariah yang didasarkan atas ajaran Islam yang penetapannya dilakukan oleh DSN-MUI dalam bentuk fatwa.   Secara umum ketentuan penerbitan efek syariah haruslah sesuai dengan prinsip syariah di pasar modal.  Prinsip-prinsip  syariah di pasar modal adalah prinsip-prinsip hukum islam dalam kegiatan di bidang pasar modal berdasarkan fatwa  Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), baik fatwa DSN-MUI yang ditetapkan dalam peraturan Bapepam dan LK maupun fatwa DSN-MUI yang telah diterbitkan sebelum ditetapkannya peraturan Bapepam dan LK.

       Sampai saat ini, efek-efek syariah menurut fatwa DSN MUI No. 40/DSN-MUI/X/3003 tentang pasar modal dan pedoman umum penerapan prinsip syariah di bidang pasar modal mencakup, saham syariah, obligasi syariah, reksadana syariah, kontrak investasi kolektif efek beragun aset (KIK EBA) syariah, dan surat berharga lainnya yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.  Belakangan, instrumen keuangan syariah bertambah dalam fatwa DSN-MUI  No. 65/DSN-MUI/III/2008 tentang Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) Syariah dan fatwa DSN-MUI No. 66/DSN-MUI/III/2008 tentan Waran Syariah pada tanggal 6 maret 2008.


1.  Saham Syariah

       Saham atau stocks adalah surat bukti atau tanda kepemilikan bagian modal pada suatu perusahaan terbatas.  Dengan demikian si pemilik saham merupakan perusahaan.  Semakin besar saham yang dimilikinya, maka semakin besar pula kekuasaannya di perusahaan tersebut.  Keuntungan yang diperoleh dari saham dikenal dengan nama dviden.  Pembagian dividen  ditetapkan pada penutupan laporan keuangan berdasarkan RUPS ditentukan berapa dividen yang dibagi dan laba ditahan.

       Sedangkan saham syariah adalah sertifikat yang menunjukkan bukti kepemilikan suatu perusahaan yang diterbitkan oleh emiten  yang kegiatan usaha maupun cara pengelolaanya tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

       Dalam prinsip syariah , penyertaan modal dilakukan pada perusahaan-perusahaan yang tidak melanggar prinsip-prinsip syariah, seperti bidang perjudian, riba, memproduksi barang yang diharamkan seperti minuman berakohol.  Penyertaan modal dalam bentuk saham yang dilakukan pada suatu perusahaan yang kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan syariah dapat dilakukan dengan akad musyarakah dan mudharabah.  Akad musyarakah umumnya dilakukan pada saham perusahaan privat, sedangkan akad mudharabah umumnya dilakukan pada saham perusahaan publik.

       Di Indonesia, prinsip-prinsip penyertaan modal syariah  tidak diwujudkan dalam bentuk saham syariah maupun non syariah, melainkan berupa pembentukan indeks saham yang memenuhi prinsip-prinsip syariah.  Dalam hal ini, di Bursa Efek Indonesia terdapat Jakarta Islamic Index (JII) yang merupakan 30 saham yang memenuhi kriteria syariah yang ditetapkan Dewan Syariah Nasional (DSN).  Indeks JII dipersiapkan oleh PT Bursa Efek Indonesia (BEI) bersama dengan PT Danareksa Investman Management.

       Jakarta Islamic Index dimaksudkan untuk digunakan sebagai tolok ukur (bencmark) untuk mengukur kinerja suatu investasi pada saham berbasis syariah.  Melalui index ini diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan investor untuk mengembangkan investasi dalam ekuiti secara syariah.

       Penerbitan efek syariah berbentuk saham oleh emiten atau perusahaan publik yang menyatakan bahwa kegiatan usaha serta cara pengelolaan usahanya dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip syariah di pasar modal.  Emiten yang melakukan penerbitan efek syariah berupa saham, wajib mengikuti ketentuan umum pengajuan pernyataan pendaftaran atau pedoman mengenai bentuk dan isi pernyataan pendaftaran perusahaan publik serta ketentuan tentang penawaran umum yang terkait lainnya yang diatur oleh Bapepam LK dan mengungkapkan informasi tambahan dalam prospektus bahwa kegiatan usaha serta cara pengelolaan usahanya dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip syariah di pasar modal.
   
      Secara umum perusahaan yang akan menerbitkan efek syariah harus memenuhi hal-hal berikut :

  • Dalam anggaran dasar dimuat ketentuan bahwa kegiatan usaha serta cara pengelolaan  usahanya dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip syariah di pasar modal.
  • Jenis usaha, produk barang, jasa yang diberikan, aset yang dikelola, akad, dan cara pengelolaan emiten atau perusahaan publik dimaksud tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah di pasar modal.
  • Emiten atau perusahaan publik memiliki anggota direksi dan anggota komisaris yang mengerti kegiatan-kegiatan yang bertentangandengan prinsip-prinsip syariah di pasar modal.

2.   Obligasi Syariah (Sukuk)

       Obligasi atau bonds secara konvensional adalah merupakan bukti utang dari emiten yang dijamin oleh penanggung yang mengandung janji pembayaran bunga atau janji lainya serta pelunasan pokok pinjaman yang dilakukan pada tanggal jatuh tempo.

       Sedangkan obligasi syariah sesuai dengan fatwa Dewan syariah Nasional No. 32 / DSN – MUI / IX / 2002 adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa nagi hasil / margin/ fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.  Dengan demikian, pemegang obligasi syariah akan mendapatkan keuntungan bukan dalam bentuk bunga melainkan dalam bentuk bagi hasil / margin/ fee.

       Sukuk pada prinsipnya mirip seperti obligasi konvensional, dengan perbedaan pokok, antara lain berupa penggunaan konsep imbalan dan bagi hasil sebagai pengganti bunga, adanya suatu tansaksi pedukung (underlying transaction) berupa sejumlah tertentu aset yang menjadi dasar penerbitan sukuk, dan adanya akad atau perjanjian anatara para pohak yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip syariah.  Selain itu, sukuk juga harus distruktur secara syariah agar instrumen keuangan ini aman dan terbatas dari riba, gharar, dan maysir.

       Sukuk merupakan efek syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian penyertaan yang tidak terpisahan atau tidak terbagi atas  kepemilikan aset berwujud tertentu, nilai manfaat dan jasa atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu.

       Ditinjau dari segi jenis akadnya, obligasi syariah terbagi pada obligasi syariah mudharabah, ijarah, musyarakah, murabahah, salam, istishna.   Disamping itu, ada juga  obligasi syariah mudharabah konversi.  Sedangkan ditinjau dari institusi yang menerbitkan obligasi syariah, maka obligasi syariah terbagi dua, yaitu obligasi korporasi (perusahaan) dan obligasi negara (SBSN).
  
      Bebagai jenis struktur sukuk yang dikenal secara internasional dan telah mendapatkan endorsement dari The Accounting and Auditing Organisation for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) dan diadopsi dalam UU No. 19 Tahun 2008 tentang SBSN antara lain :

  • Sukuk Ijarah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad ijarah dimana satu pihak bertindak sendiri atau melalui wakilnya menjual atau  menyewakan hak manfaat atas suatu aset kepada pihak lain berdasarkan harga dan periode yang disepakati, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri.  Sukuk ijarah dibedakan menjadi Ijarah Muntahiya bittamlik (sale and lease back) dan Ijarah Headlease and sublease.
  • Sukuk Mudharabah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad mudharabah dimana satu pihak menyediakan modal dan pihak lain menyediakan tenaga dan keahlian, keuntungan dari kerjasama tersebut akan dibagi berdasarkan perbandingan yang telah disetujui sebelumnya.  Kerugian yang timbul akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak yang menjadi penyedia modal.
  • Sukuk Musyarakah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad  musyarakah dimana dua pihak atau lebih bekerjasama menggabungkan modal untuk membangun proyek baru, mengembangkan proyek yang telah ada, atau membiayai kegiatan usaha.  Keuntungan maupun kerugian yang timbul ditanggung bersama sesuai dengan jumlah partisipasi modal masing-masing pihak.
  • Sukuk Istisna, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian akad istisna diantara para pihak menyepakati jual beli  dalam rangka pembiayaan suatu proyek/barang.  Adapun harga, waktu pembayaran, dan spesifikasi barang/proyek ditentukan terlebih dahulu berdasarkan kesepakatan.

       Disamping itu, ada juga  obligasi syariah mudharabah konversi.  Sedangkan ditinjau dari institusi yang menerbitkan obligasi syariah, maka obligasi syariah terbagi dua, yaitu obligasi korporasi (perusahaan) dan obligasi negara (SBSN).


2.1.   Sukuk Korporasi   

         Sukuk korporasi merupakan jenis obligasi syariah yang diterbitkan oleh suatu perusahaan yang memenuhi prinsip syariah.  Dalam penerbitan sukuk korporasi terdapat beberapa pihak yang terlibat, yaitu :

  • Obligor, adalah emiten yang betanggung jawab atas pembayaran imbalan dan nilai nominal sukuk yang diterbitkan samapai dengan sukuk jatuh tempo.
  • Wali amanat (trustee) untuk mewakili kepentingan investor.       
  • Investor, yaitu pemegang sukuk yang memiliki hak atas imbalan, margin, dan nilai nominal sukuk sesuai partisipasi masing-masing.


2.2.      Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)

        Surat berharga syariah negara atau sering juga disebut sukuk negara, adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.

SBSN memiliki karakteristik :

  • Sebagai bukti kepemilikan suatu aset berwujud atau hak manfaat; pendapatan berupa  imbalan, margin, dan bagi hasil, sesuai jenis akad yang digunakan.
  • Terbebas dari unsur riba, gharar dan maysir
  • Penerbitannya melalui wali amanat berupa special purpose vehicle (SPV)
  • Memerlukan underlying asset.  Aset yang menjadi objek perjanjian harus memiliki nilai ekonomis, dapat berupa aset berwujud atau tidak berwujud.  Fungsi underlyin asset adalah untuk menghindari riba, sebagai prasyarat untuk dapat diperdagangkannya sukuk di pasar sekunder, dan akan menentukan jenis struktur  sukuk.
  • Penggunaan proceeds harus sesuai prinsip syariah.
       Sukuk negara diterbitkan dengan tujuan :
  • Memperluas basis sumber pembiayaan anggaran negara.       
  • Mendorong pengembangan pasar modal syariah.
  • Menciptakan benchmark di pasar keuangan syariah.
  • Diversifikasi basis investor.
  • Mengembangkan alternatif instrumen investasi.
  • Mengoptimalkan pemanfaatan barang milik negara.
  • Memanfaatkan dana-dana masyarakat yang belum terjangkau oelh sistem keuangan  konvensional.    

3.   Reksa Dana Syariah

      Reksa dana syariah  adalah reksa dana yang beroperasi menurut ketentuan dan prinsip syariah Islam, baik dalam bentuk akad antara pemodal sebagai pemilik harta (shohibul mal) dengan manager investasi, begitu pula pengelolaan dana investasi, begitu pula pengelolaan dana investasi sebagai wakil shohibul mal, maupun antara manajer investasi sebagai wakil shohibul mal dengan pengguna investasi.

       Disamping investasi secara mandiri atau secara langsung, investor juga dapat meminta pihak lain yang dipercaya dan dipandang lebih memiliki kemampuan untuk mengelola investasi.  Sehingga timbul kebutuhan akan manajer investasi yang memahami investasi secara syariah dan kebutuhan akan reksa dana syariah.  Manajer investasi, dengan akad wakalah akan menjadi wakil dari investor untuk kepentingan dan atas nama investor.  Sedangkan reksa dana syariah akan bertindak dalam akad mudharabah sebagai mudharib yang mengelola dana milik bersama dari pemilik dana.  Sebagai bukti penyertaan pemilik dana akan mendapat unit penyertaan dari reksa dana syariah.

       Tetapi reksa dana syariah sebenarnya tidak bertindak sebagai mudharib murni karena reksa dana syariah akan menempatkan kembali dana ke dalam kegiatan emiten melalui pembelian efek syariah.  Dalam hal ini, reksa dana syariah berperan sebagai mudharib dan emiten berperan sebagai mudharib.  Oleh karena itu hubungan ini disebut sebagai ikatan mudharabah bertingkat.

       Dalam kedua situasi tersebut manajer investasi akan memberikan jasa secara langsung atau tidak langsung kepada investor yang ingin melakukan investasi mengikuti prinsisp syariah.  Oleh karena itu disamping memahami investasi mengikuti prinsip syariah, manajer investasi juga harus mampu melakukan kegiatan pengelolaan yang sesuai syariah.


4.   Efek Beragun Aset Syariah

       Efek beragun aset syariah adalah efek yang diterbitkan oleh kontrak investasi kolektif EBA syariah yang portofolionya terdiri dari aset keuangan berupa tagihan yang timbul dari surat berharga komersial, tagihan yang timbul di kemudian hari, jual beli pemilikan aset fisik oleh lembaga keuangan, efek bersifat investasi yang dijamin oleh pemerintah, sarana peningkatan investasi/arus kas serta aset keuangan setara, yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.


5.   Hak Memesan Efek Terlebuh Dahulu (Rights Issue)

       Fatwa DSN-MUI No : 65/DSN-MUI/III/2008 tentang Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) memastikan bahwa kehalalan investasi di pasar modal syariah tidak hanya berhenti pada istrumen efek yang bernama saham saja, tetapi juga pada produk derivatifnya.  Produk terunan saham (derivatif) yang dinilai sesuai dengan kriteria DSN adalah produk rights (HMETD).  Produk yang bersifat hak dan melekat dengan produk induknya itu menjadi produk investasi yang sudah memenuhi criteria DSN.

       Mekanisme HMETD ini dipandang lebih menguntungkan dibandingkan harus meminjam ke bank karena dana yang diperoleh lebih murah, tak ada biaya tambahan, provisi, dan maslah administrasi bank lainnya, karena dana dipasok oleh pemegang sahamnya sendiri.

       Mekanisme rights bersifat opsional dimana rights merupakan hak untuk membeli saham pada harga tertentu pada waktu yang telah ditetapkan.  Rights ini diberikan kepada pemegang saham lama yang berhak untuk mendapatkan tambahan saham baru yang dikeluarkan perusahaan pada saat second offering.
                  

6.   Warran Syariah

       Fatwa DSN-MUI  Nomer : 68/DSN-MUI/III/2008 tentang warran syariah pada tanggal  6 Maret 2008 memastikan bahwa kehalalan investasi di pasar modal tidak hanya berhenti pada instrument efek yang bernama saham saja, tetapi juga pada produk derivatifnya.  Produk turunan saham (derivatif) yang dinilai sesuai dengan criteria DSN adalah juga warran.  Berdasarkan fatwa pengalihan saham dengan imbalan, seorang pemegang saham dibolehkan untuk mengalihkan kepemilikan sahamnya kepada orang lain dengan mendapatkan imbalan.

       Mekanisme warran bersifat opsional dimana warran merupakan hak untuk membeli sebuah saham pada harga yang telah ditetapkan dengan waktu yang telah ditetapkan pula.  Misalkan warran saham ABU jatuh tempo pada  Agustus 2011 dengan exercise price Rp 5.000, artinya jika investor memilki wararan saham ABU, maka dia berhak untuk membeli satu saham ABU itu pada bulan Agustus 2011  pada harga Rp 5.000.  Warran sebelum jatuh tempo bisa diperdagangkan.  Dan hasil penjualannya warran tersebut merupakan keuntungan bagi investor yang memilikinya.


TANTANGAN

         Dalam menghadapi tantangan dalam pengembangan instrumen syariah, diharapkan pengembangannya untuk tidak boleh terlepas dari prinsip-prinsip syariah baik dalam produk-produknya maupun dari cara pengelolaanya.  Oleh karenanya tidak semua emiten dapat menerbitkan efek syariah. Untuk menerbitkan efek syariah, beberapa persyaratan berikut yang harus dipenuhi:
  • Aktivitas utama (core business) yang halal, tidak bertentangan dengan substansi Fatwa No: 20/DSN-MUI/IV/2001. Fatwa tersebut menjelaskan bahwa jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan syariah Islam di antaranya adalah:
  1. Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang.
  2. Usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi konvensional.
  3. Usaha yang memproduksi, mendistribusi, serta memperdagangkan makanan dan minuman haram.
  4. Usaha yang memproduksi, mendistribusi, dan atau menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.
  • Peringkat Investment Grade:
  1. Memiliki fundamental usaha yang kuat.
  2. Memiliki fundamental keuangan yang kuat.
  3. Memiliki citra yang baik bagi publik

       Selain itu tantangan dan ganjalan yang dihadapi dalam investasi syariah adalah konsep bagi hasil yang tidak mampu memberikan patokan tingkat penghasilan yang pasti. Pintar tidaknya pengelola dana akan menjadi ukuran sekaligus berdampak pada hasil yang bisa diperoleh investor. Disadari bahwa instrumen investasi syariah masih terbatas, sehingga kemampuan pengelola dana dalam mengatur portofolionya juga harus piawai. Diversifikasi investasi yang terbatas jelas akan menyulitkan pengelola dana. Oleh karena itu, investasi syariah mempunyai risiko yang lebih tinggi.

       Hal yang sama juga dialami dalam produk perbankan syariah. Dalam produk perbankan syariah, juga didasarkan pada konsep bagi hasil sehingga patokan tingkat penghasilan juga tidak pasti. Kemampuan pengelola atau profesionalisme yang terlibat di dalamnya akan sangat menentukan kinerja perbankan syariah

       Terlepas apapun polemik tentang Investasi di pasar modal syariah yang terdapat di tengah masyarakat, adalah menjadi tugas bersama untuk memperbaiki, dan bahkan menyusun kembali baik sekuritas, Saham Syariah, di pasar saham ini sesuai dengan prinsip syariah yang sebenarnya, sehingga dapat memberikan kemaslahatan bagi umat.

       Pada sisi lain, harus diakui bahwa masih terdapat beberapa permasalahan mendasar yang menjadi kendala berkembangnya pasar modal yang berprinsip syariah di Indonesia. Kendala-kendala dimaksud diantaranya adalah selain masih belum meratanya pemahaman dan atau pengetahuan masyarakat Indonesia tentang investasi di pasar modal yang berbasis syariah, juga belum ditunjangnya dengan peraturan yang memadai tentang investasi syariah di pasar modal Indonesia serta adanya anggapan bahwa untuk melakukan investasi di pasar modal syariah dibutuhkan biaya yang relatif lebih mahal apabila dibandingkan dengan investasi pada sektor keuangan lainnya.
       Dalam mengembangkan pasar modal syariah di Indoensia, ada beberapa kendala yang dihadapi  antara lain :
  1. Selama ini pasar modal syariah lebih populer sebagai sebuah wacana dimana banyak bicara tentang bagaimana pasar yang disyariahkan. Dimana selama ini praktek pasar modal tidak bisa dipisahkan dari riba, maysir dan gharar, dan bagaimana memisahkan ketiganya dari pasar modal
  2. Sosialisasi instrumen syariah di pasar modal perlu dukungan dari berbagai pihak.
  3. Karena ternyata perkembangan Jakarta Islamic Index dan reksadana syariah kurang tersosialisasi dengan baik sehingga perlu dukungan dari berbagai pihak, khususnya praktisi dan akademisi. Praktisi dapat menjelaskan keberadaan pasar modal secara pragmatis sedangkan akademisi bisa menjelaskan secara ilmiah
       
      Beradasarkan pada kendala –kendala di atas maka strategi yang perlu dikembangkan
  1. Perlu keaktifan dari pelaku bisnis (pengusaha) muslim untuk membentuk kehidupan ekonomi yang islami. Hal ini guna memotivasi meningkatkan image pelaku pasar terhadap keberadaan instrumen pasar modal yang sesuai dengan syariah
  2. Diperlukan rencana jangka pendek dan jangka panjang oleh Bapepam untuk mengakomodir perkembangan instrumen-instrumen syariah dalam pasar modal.
  3. Perlu kajian-kajian ilmiah mengenai pasar modal syariah, oleh karena itu dukungan akademisi sangat diperlukan guna memahamkan perlunya keberadaan pasar modal syariah.

PROSPEK

       Dalam perjalanannya, perkembangan pasar modal syariah di Indonesia telah
mengalami kemajuan, sebagai gambaran setidaknya terdapat beberapa perkembangan dan kemajuan pasar modal syariah yang patut dicatat diantaranya adalah telah diterbitkan 6 (enam) Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang berkaitan dengan industri pasar modal. Adapun ke enam fatwa dimaksud adalah :

  1. No.05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Saham
  2. No.20/DSN-MUI/IX/2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksa Dana Syariah
  3. No.32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah;
  4. No.33/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah;
  5. No.40/DSN-MUI/IX/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan  Prinsip syariah di Bidang Pasar Modal;
  6. No.41/DSN-MUI/III/2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah.
           
        Dengan diterbitkannya fatwa-fatwa yang berkaitan dengan pasar modal, telah memberikan dorongan untuk mengembangkan alternatif sumber pembiayaan yang sekaligus menambah alternatif instrumen investasi halal. Perkembangan pasar modal syariah saat ini ditandai dengan maraknya perusahaan yang listing di Jakarta Islamic Index (JII), penawaran umum Obligasi Syariah dan juga Reksadana Syariah. Kinerja saham syariah yang terdaftar dalam JII mengalami perkembangan yang cukup mengembirakan. 
        Dalam rangka mengakomodasi kebutuhan masyarakat yang memiliki motif investasi yang didasari prinsip syariah dan dilandasi akan keyakinan  prospek berkembangnya pasar modal syariah yang akan menjadi salah satu pilar penunjang industri pasar modal Indonesia, BAPEPAM-LK telah menyusun Master plan pasar modal Indonesia.  Didalamnya terdapat dua strategi utama pengembangan pasar modal berbasis syariah, yaitu :
  • Penyusunan kerangka hukum yang dapat memfasilitasi pengembangan pasar modal  berbasis syariah dan mendorong pengembangannya.
  • Mendorong pengembangan serta penciptaan produk-produk pasar modal berbasis syariah.  Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Dana reksa Investment Management (DIM) pada tahun 2000 telah meluncurkan Jakarta Islamic (JII) yang terdiri dari 30 saham yang sesuai dengan prinsip syariah.

       Dua strategi utama tersebut dijabarkan Bapepam menjadi tujuh implementasi strategi:

  1. Mengatur penerapan prinsip syariah
  2. Menyusun standar akuntansi
  3. Mengembangkan profesi pelaku pasar
  4. Sosialisasi prinsip syariah
  5. Mengembangkan produk
  6. Menciptakan produk baru
  7. Meningkatkan kerja sama dengan Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI

       Dari mulai konsep sampai prospek pada pasar modal syariah, pada akhirnya yang terpenting yang harus terjadi di pasar modal syariah adalah bahwa setiap transaksi (jual-beli) saham  harus dengan niat dan tujuan untuk memperoleh penambahan modal, memperoleh aset likuid, maupun mengharap deviden dengan memilikinya sampai jatuh tempo, sehingga menjadi halal sepanjang usahanya tidak dalam hal yang haram. Namun ketika aktivitas jual beli saham tersebut disalah gunakan dan menjadi alat spekulasi mengejar keuntungan di atas kerugian pihak lain, maka hukumnya haram karena berubah menjadi perjudian saham.


Senin, 09 Mei 2011

APA ITU AKAD WAKALAH ?


Wakalah secara bahasa adalah al-hifdz, al-kifayah, al-dhaman dan tafwidh (penyerahan, pendelegasian, dan pemberian mandat). Secara istilah Wakalah adalah Pemberian kewenangan atau kuasa kepada pihak lain tentang hal yang harus dilakukannya dan penerima kuasa menjadi pengganti pemberi kuasa selama batas waktu yang ditentukan. Adapun menurut istilah syar’i ialah seseorang mengangkat orang lain sebagai pengganti dirinya, secara mutlak ataupun secara terikat.

Wakalah adalah merupakan perjanjian transfer wewenang (pemberi kuasa) kepada pihak lain untuk melaksanakan pekerjaan tertentu untuk kepentingan pihak pertama.  Pengertian mewakilkan bukan berarti seorang wakil dapat bertindak semaunya, akan tetapi si wakil berbuat sesuai dengan yang diinginkan oleh orang yang memberi kewenangan tersebut.  Akan tetapi kalau orang yang mewakilkan tersebut tidak memberi batasan atau aturan-aturan tertentu, maka menurut Abu Hanifah si penerima wakil dapat berlaku sesuai dengan yang diinginkan dan dia diberikan kebebasan untuk melakukan sesuatu. 

Secara syariat Wakalah tertulis dalam Al-Quran:
“Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka, “Sudah berapa lamakah kamu berada (di sini?)” Mereka menjawab, “Kami berada (di sini) sehari atau setengah hari.” Berkata (yang lain lagi). “Rabb kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah dia membawa makan itu untukmu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seseorang pun.” (QS Al-Kahfi: 19).

Kaum muslimin sepakat membolehkan wakalah, sebagian mereka menganjurkannya karena hal ini termasuk bagian dari ta’awun (tolong menolong) dalam kebaikan dan takwa, karena tidak semua orang mampu menangani sendiri seluruh urusannya, sehingga memerlukan wakil yang berfungsi sebagai pengganti dirinya untuk melaksanakan suatu tugas.

Jika perwakilan tersebut bersifat terikat, maka wakil berkewajiban mengikuti apa saja yang telah ditentukan oleh orang yang mewakilkan, ia tidak boleh menyalahinya. Menurut Madzhab Imam Syafi’i, apabila yang mewakili menyalahi aturan yang telah disepakati ketika akad, penyimpangan tersebut dapat merugikan pihak yang mewakilkan, maka tindakan tersebut batal.

Segala sesuatu yang boleh diurusi sendiri, boleh juga diwakilkan kepada orang lain, atau boleh juga menjadi wakil orang lain. Wakil adalah orang yang mendapat kepercayaan mengurusi apa yang dipegangnya atau apa yang ditanganinya; ia tidak harus menanggung resiko kecuali karena kelalaiannya. Rasulullah saw bersabda:
“Tidak ada tanggungan atas orang yang mendapat amanah.” (Hasan; Shahihul Jami’us Shaghir no: 7518).

Kalau dikaitkan dengan aktivitas ekonomi, maka fungsi wakalah sangat penting. Karena seseorang yang mempunyai keterbatasan tertentu bisa mewakilkan urusan atau pekerjaannya untuk diwakili kepada orang yang mampu dalam urusan tersebut. (AF Consulting)


Senin, 25 April 2011

APA ITU AKAD HAWALAH ?

Secara umum Hawalah adalah Akad pengalihan hutang dari satu pihak yang berhutang, kepada pihak lain yang wajib menanggung (membayar).
Secara bahasa hawalah atau hiwalah bermakna berpindah atau berubah. Dalam hal ini terjadi perpindahan tanggungan atau hak dari satu orang kepada orang lain. Dalam istilah para fukoha hawalah adalah pemindahan atau pengalihan penagihan hutang dari orang yang berhutang kepada orang yang menanggung hutang tersebut. 

Batasan ini dapat digambarkan sebagai berikut. Misalnya A meminjamkan sejumlah uang kepada B dan B sebelumnya telah meminjamkan sejumlah uang kepada C. Kemudian jika kita asumsikan bahwa hutang C pada B sama jumlahnya dengan hutang B pada A. Ketika A menagih hutang kepada B, ia mengatakan kepada A bahwa ia memiliki piutang yang sama pada C. Karena itu B memberitahukan kepada A dan ia dapat menagihnya kepada C dengan catatan ketiga-tiga orang itu menyepakati perjanjian hawalah dahulu.

Landasan Syariah Akad Hawalah

1.  Al-Quran

Pengalihan penagihan hutang ini dibenarkan oleh syariah dan telah dipraktekkan oleh kaum Muslimin dari zaman Nabi Muhammad SAW sampai sekarang. Dalam al-Qur’an kaum Muslimin diperintahkan untuk saling tolong menolong satu sama lain, lihat al-Qur’an : 5: 2. Akad hawalah merupakan suatu bentuk saling tolong menolong yang merupakan manifestasi dari semangat ayat tersebut.

2 . As-Sunnah.

Rasulullah SAW bersabda : ” Menunda-nunda pembayaran hutang dari orang yang mampu membayarnya adalah perbuatan zalim. Dan apabila salah seorang dari kamu dipindahkan penagihannya kepada  orang lain yang mampu, hendaklah ia menerima.”  HR. Ahmad dan Abi Syaibah. Semangat yang dikandung oleh hadis ini menunjukkan perintah yang wajib diterima oleh orang yang dipindahkan penagihannya kepada orang lain.

Dan juga menurut Imam Ahmad dan Dawud adh-Dhohiri orang yang dipindahkan hak penagihannya wajib menerima akad hawalah. Hanya saja jumhur ulama tidak mewajibkan hal itu dan menakwilkan kata perintah dalam hadis ini mempunyai kedudukan hukum sunnah atau dianjurkan saja, bukan sebagai suatu kewajiban yang harus diikuti.

3.  Ijma’

Pada prinsipnya para ulama telah sepakat dibolehkannya akad hawalah ini. Hawalah yang mereka sepakati adalah hawalah dalam hutang piutang bukan pada barang konkrit.

Rukun Hawalah

Menurut madzhab Hanafi rukun hawalah ada dua yaitu ijab yang diucapkan oleh Muhil dan qobul yang diucapkan oleh Muhal dan Muhal alaih. Sedangkan menurut jumhur ulama rukun hawalah ada enam macam yaitu:

  1.  Muhil ( orang yang memindahkan penagihan yaitu orang yang       berhutang).
  2. Muhal ( orang yang dipindahkan hak penagihannya kepada orang lain yaitu orang yang  mempunyai piutang).                        
  3.  Muhal alaih ( orang yang dipindahkan kepadanya objek penagihan).
  4.  Muhal bih (hak yang dipindahkan yaitu hutang).
  5. Piutang Muhil pada Muhal alaih.
  6. Shighot.

Dalam contoh di atas Muhil adalah B, Muhal adalah A dan Muhal alaih adalah C. Dalam akad hawalah Ijab yang diucapkan oleh Muhil mengandung pengertian pemindahan hak penagihan, umpamanya ia berkata kepada A : Aku pindahkan (hawalahkan) hak penagihanmu terhadap hutang saya kepada C. Sementara itu A dan C menyetujui dengan mengucapkan ” Kami setuju”. Dengan demikian akad hawalah tersebut dapat dilaksanakan dengan masing-masing pihak puas dan rela.

Syarat-Syarat Hawalah

Persyaratan hawalah ini berkaitan dengan Muhil, Muhal, Muhal Alaih dan Muhal Bih.
Berkaitan dengan Muhil, ia disyaratkan harus;
Pertama, berkemampuan untuk melakukan akad (kontrak). Hal ini hanya dapat dimiliki jika ia berakal dan baligh. Hawalah tidak sah dilakukan oleh orang gila dan anak kecil karena tidak bisa atau belum dapat dipandang sebagai orang yang bertanggung secara hukum. Kedua, kerelaan Muhil. Ini disebabkan karena hawalah mengandung pengertian kepemilikan sehingga tidak sah jika ia dipaksakan. Di samping itu persyaratan ini diwajibkan para fukoha terutama  untuk meredam rasa kekecewaan atau ketersinggungan yang mungkin dirasakan oleh Muhil ketika diadakan akad hawalah.

Persyaratan yang berkaitan dengan Muhal.
Pertama, Ia harus memiliki kemampuan untuk melaksanakan kontrak. Ini sama dengan syarat yang harus dipenuhi oleh Muhil. Kedua, kerelaan dari Muhal karena tidak sah jika hal itu dipaksakan. Ketiga, ia bersedia menerima akad hawalah.

Persyaratan yang berkaitan dengan Muhal Alaih.
Pertama, sama dengan syarat pertama bagi Muhil dan Muhal yaitu berakal dan balig. Kedua, kerelaan dari hatinya karena tidak boleh dipaksakan. Ketiga, ia menerima akad hawalah dalam majlis atau di luar majlis.

Persyaratan yang berkaitan dengan Muhal Bih.
Pertama, ia harus berupa hutang dan hutang itu merupakan tanggungan dari Muhil kepada Muhal. Kedua, hutang tersebut harus berbentuk hutang lazim artinya bahwa hutang tersebut hanya bisa dihapuskan dengan pelunasan atau penghapusan.

Jenis-jenis Hawalah

1.   Hawalah Muthlaqoh
Hawalah Muthlaqoh terjadi jika orang yang berhutang (orang pertama) kepada orang lain ( orang kedua) mengalihkan hak penagihannya kepada pihak ketiga tanpa didasari pihak ketiga ini berhutang kepada orang pertama. Jika A berhutang kepada B dan A mengalihkan hak penagihan B kepada C, sementara C tidak punya hubungan hutang pituang kepada B. Ini hanya ada dalam madzhab Hanafi dan Syi’ah sedangkan jumhur ulama mengklasifikasikan jenis hawalah ini sebagai kafalah.

2.   Hawalah Muqoyyadah 
Hawalah Muqoyyadah terjadi jika Muhil mengalihkan hak penagihan Muhal kepada  Muhal Alaih karena yang terakhir punya hutang kepada Muhil.


Akad hawalah akan berakhir oleh hal-hal berikut ini :

  1.  Karena dibatalkan atau fasakh. Ini terjadi jika akad hawalah belum dilaksanakan sampai tahapan akhir lalu difasakh. Dalam keadaan ini hak penagihan dari Muhal akan kembali lagi kepada Muhil.
  2.  Hilangnya hak Muhal Alaih karena meninggal dunia atau bangkrut atau ia mengingkari adanya akad hawalah sementara Muhal tidak dapat menghadirkan bukti atau saksi.
  3. Jika Muhal alaih telah melaksanakan kewajibannya kepada Muhal. Ini berarti akad hawalah benar-benar telah dipenuhi oleh semua pihak.
  4.  Meninggalnya Muhal sementara Muhal alaih mewarisi harta hawalah karena pewarisan merupakah salah satu sebab kepemilikan. Jika akad ini hawalah muqoyyadah, maka berakhirlah sudah akad hawalah itu menurut madzhab Hanafi.
  5. Jika Muhal menghibahkan harta hawalah kepada Muhal Alaih dan ia menerima hibah tersebut.
  6. Jika Muhal menyedekahkan harta hawalah kepada Muhal alaih. Ini sama dengan sebab yang ke 5 di atas.   (AF Consulting)

Selasa, 19 April 2011

APA ITU AKAD KAFALAH ?

Sebagaimana yang dinyatakan para ulama fikih, bahwa kafalah adalah, "menggabungkan dua tanggungan dalam permintaan dan hutang.” Definisi lain adalah, "jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (mukful ‘anhu ashil)”. Di dalam kamus istilah Fikih, kafalah diartikan menanggung atau penanggungan terhadap sesuatu, yaitu akad yang mengandung perjanjian dari seseorang di mana padanya ada hak yang wajib dipenuhi terhadap orang lain, dan berserikat bersama orang lain itu dalam hal tanggung jawab terhadap hak tersebut dalam menghadapi penagih (utang).

Dalam buku “Ekonomi Syariah Versi Salaf “ Kafalah memiliki arti sebagai kesanggupan untuk memenuhi hak yang telah menjadi kewajiban orang lain , kesanggupan untuk mendatangkan barang yang ditanggung atau untuk menghadirkan orang yang mempunyai kewajiban terhadap orang lain . Kafalah adalah akad yang mengandung kesanggupan seseorang untuk mengganti atau menanggung kewajiban hutang orang lain apabila orang tersebut tidak dapat memenuhi kewajibannnya .

Landasan Syariah Kafalah

1. Al-Qur’an
Allah Swt berfirman, “Penyeru-penyeru itu berkata: “Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya”. (Q.S. Yusuf 12 : 72)

2. As-Sunnah
Diriwayatkan bahwa sesungguhnya telah dibawa ke hadapan Nabi Saw jenazah seseorang, mereka berkata kepada beliau, “Ya Rasulullah, shalatkanlah mayat ini. Beliau bertanya, “Adakah dia meninggalkan harta?”. Mereka menjawab, “Tidak”. “Apakah ia ada meninggalkan hutang?”. Jawab mereka, “Ada, hutangnya 3 dinar”. Beliau berkata, “Shalatkanlah teman kalian itu”. Abu Qatadah berkata, “Shalatlah atasnya ya Rasulullah, sayalah yang menanggung utangnya”. Kemudian Nabi Saw menyalatinya”. (HR. Bukhari, An-Nasa’i & Ahmad)

3. Ijma’
Ijma’ulama membolehkan (mubah) dhaman (jaminan) dalam muamalah karena dhaman sangat diperlukan dalam waktu tertentu. Adakalanya orang memerlukan modal dalam usaha dan untuk mendapatkan modal itu biasanya harus ada jaminan dari seseorang yang dapat dipercaya, apalagi usaha dagangannya besar

Rukun Dan Syarat Kafalah

Adapun rukun dan syarat kafalah sebagaimana yang disebutkan dalam Fatwa DSN yaitu:

1. Pihak Penjamin (Kafiil)
a. Baligh (dewasa) dan berakal sehat.
b. Berhak penuh untuk melakukan tindakan hukum dalam urusan  
    hartanya dan rela (ridha) dengan tanggungan kafalah tersebut.

2. Pihak Orang yang berhutang (Ashiil, Makfuul ‘anhu)
a. Sanggup menyerahkan tanggungannya kepada penjamin.
b. Dikenal oleh penjamin.

3. Pihak Orang yang Berpiutang (Makfuul Lahu)
a. Diketahui identitasnya.
b. Dapat hadir pada waktu akad atau memberikan kuasa.
c. Berakal sehat.

4. Obyek Penjaminan (Makful Bihi)
a. Merupakan tanggungan pihak/orang yang berhutang, baik berupa
    uang, benda, maupun pekerjaan.
b. Bisa dilaksanakan oleh penjamin.
c. Harus merupakan piutang mengikat (lazim), yang tidak mungkin
    hapus kecuali setelah dibayar atau dibebaskan.
d. Harus jelas nilai, jumlah dan spesifikasinya.
e. Tidak bertentangan dengan syari’ah (diharamkan).

Macam-macam Kafalah

Pembagian Kafalah menurut penjelasan M. Syafi'i Antonio :
1. Kafalah bi al-mal, adalah jaminan pembayaran barang atau    
    pelunasan utang. Bentuk kafalah ini merupakan sarana yang paling
    luas bagi bank untuk memberikan jaminan kepada para nasabahnya
    dengan imbalan/fee tertentu.
2. Kafalah bi al-nafs, adalah jaminan diri dari si penjamin. Dalam hal
    ini, bank dapat bertindak sebagai Juridical Personality yang dapat
    memberikan jaminan untuk tujuan tertentu.
3. Kafalah bi al-taslim, adalah jaminan yang diberikan untuk menjamin
    pengembalian barang sewaan pada saat masa sewanya berakhir.
    Jenis pemberian jaminan ini dapat dilaksanakan oleh bank untuk
    keperluan nasabahnya dalam bentuk kerjasama dengan erusahaan,
    leasing company. Jaminan pembayaran bagi bank dapat berupa
    deposito/tabungan, dan pihak bank diperbolehkan memungut uang
    jasa/fee kepada nasabah tersebut.
4. Kafalah al-munjazah, adalah jaminan yang tidak dibatasi oleh waktu
    tertentu dan untuk tujuan/kepentingan tertentu. Dalam dunia
    perbankan, kafalah model ini dikenal dengan bentuk performance
    bond (jaminan prestasi).
5. Kafalah al-mu’allaqah, Bentuk kafalah ini merupakan
    penyederhanaan dari kafalah al-munjazah, di mana jaminan
    dibatasi oleh kurun waktu tertentu dan tujuan tertentu pula.

Penerapan Kafalah dalam Bank Syariah

Secara teknis perbankan, kafalah merupakan jasa penjaminan nasabah dimana bank bertindak sebagai penjamin (kafil) sedangkan nasabah sebagai pihak yang dijamin (makful lah). Prinsip syariah ini sebagai dasar layanan bank garansi, yaitu penjaminan pembayaran atas suatu kewajiban pembayaran.

Bank dapat mempersyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai jaminan. Atas dana tersebut bank dapat memberlakukannya dengan prinsip wadi’ah. Dalam hal ini, bank mendapatkan imbalan atas jasa yang diberikan.

Penerbitan Bank Garansi (surat jaminan bank), yang terdiri dari jaminan tender, jaminan pelaksanaan, jaminan uang muka, dan jaminan pelaksanaan dengan setoran minimal sebesar 10% dari nilai jaminan yang diinginkan nasabah.

Ada bank syariah yang menyediakan layanan Overseas Transfer, berdasarkan akad kafalah. Overseas transfer yaitu layanan pengiriman uang dalam USD atau pun Euro secara same day value, cepat, aman melintas batas karena didukung oleh teknologi.
(AF Consulting)

Jumat, 11 Februari 2011

KRITERIA EFEK SYARIAH PADA PASAR MODAL SYARIAH

Efek syariah adalah efek yang akad, pengelolaan perusahaan, maupun cara penerbitannya memenuhi prinsip-prinsip syariah yang didasarkan atas ajaran Islam yang penetapannya dilakukan oleh DSN-MUI dalam bentuk fatwa.

Dalam menerbitkan efek syariah, pihak emiten harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

  1. Jenis usaha, produk barang, jasa yang diberikan dan akad serta cara pengelolaan perusahaan emiten atau perusahaan publik yang menerbitkan efek syariah tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.  Dalam melakukan transaksi efek tidak diperbolehkan melakukan spekulasi dan manipulasi yang didalamnya mengandung unsur riba, gharar, maysir, risywah, maksiat dan zholim. Termasuk transaksi yang mengandung unsur yang dilarang antara lain, najasy, bai’ alma’dum (short selling), insider trading, margin trading, ihtikar (penimbunan).

  1. Jenis kegiatan usaha emiten  dilarang dan tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah seperti antara lain; perjudian, keuangan konvensional (ribawi), perbankan konvensional, asuransi konvensional, produsen makanan dan minuman haram, produsen atau penyedia barang yang merusak moral.

  1. Emiten atau perusahaan publik wajib menandatangani dan memenuhi ketentuan akad yang sesuai dengan syariah atas efek syariah yang dikeluarkan.  Akad syariah yang digunakan antara lain; ijarah, kafalah, mudharabah dan wakalah.

  1. Emiten atau perusahaan publik yang menerbitkan efek syariah wajib menjamin bahwa kegiatan usahanya memenuhi prinsip-prinsip syariah dan memiliki shariah compliance officer (SCO)

  1. Dalam hal emiten yang menerbitkan efek syariah sewaktu-waktu tidak memenuhi persyaratan, maka efek yang diterbitkan dengan sendirinya sudah bukan sebagai efek syariah.
(AF Consulting)

Kamis, 20 Januari 2011

SISTEM KERJA ASURANSI SYARIAH

Pada dasarnya sistem kerja di asuransi syariah hampir sama dengan yang ada di asuransi konvensional, hanya saja untuk hal-hal tertentu pada prakteknya sangat berbeda.

Pada prakteknya di dalam operasional asuransi syariah yang sebenarnya terjadi adalah saling bertanggung jawab, membantu dan melindungi diantara para peserta sendiri.  Perusahaan asuransi diberi amanah oleh para peserta untuk mengelola premi, mengembangkan dengan jalan yang halal, memberikan santunan kepada yang mengalami musibah sesuai perjanjian.

Secara umum proses dalam sistem kerja asuransi syariah sebagai berikut,

Underwriting

Underwriting merupakan proses seleksi yang dilakukan oleh perusahaan asuransi jiwa untuk menentukan tingkat resiko yang akan diterima dan menentukan besarnya premi yang akan dibayar.  Underwriting asuransi syariah bertujuan memberikan skema pembagian resiko yang proporsional dan adil diantara para peserta yang relatif homogen.

Underwriter perusahaan asuransi memiliki sasaran menyetujui dan menerbitkan polis asuransi yang adil bagi nasabah, dapat diterima oleh calon peserta dimana polis asuransi menyediakan benefit yang memenuhi kebutuhannya, premi yang ditetapkan dalam polis harus berada dalam batas kemampuan keuangannya dan premi yang dibebankan harus dapat bersaing di pasar.

Polis

Polis asuransi merupakan dasar perjanjian antara pemegang polis dengan perusahaan setelah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.  Dalam asuransi syariah untuk menghindari unsur-unsur yang diharamkan di atas kontrak asuransi, maka diberikan beberapa pilihan kontrak alternative seperti, polis dengan akad mudarabah, yang mana peserta menyediakan modal untuk dikelola oleh operator asuransi atau Wakalah bil ujrah, yaitu peserta memberi kuasa kepada perusahaan asuransi untuk mengelola dana peserta dengan pemberian imbalan ujrah(fee).

Pada polis asuransi syariah harus ada ijab dalam bentuk penawaran dan kabul dalam bentuk akseptasi atau penerimaan.  Penawaran atau ijab merupakan niat yang dinyatakan oleh pemilik resiko untuk berbagi resiko dengan pemilik resiko lainnya yang dikelola oleh perusahaan asuransi syariah dan kesanggupannya untuk melakukan tanggung jawab tertentu, seperti membayar kontribusi dan mengikuti akad asuransi syariah.

Premi

Premi yang dikumpulkan dari peserta paling tidak harus cukup untuk menutupi tiga hal, yaitu klaim resiko yang dijamin, biaya akuisisi dan biaya pengelolaan operasional perusahaan.
Pada asuransi syariah, premi umumnya dibagi beberapa bagian yaitu:
  Premi tabungan, yaitu bagian premi yang merupakan dana
     tabungan pemegang polis yang dikelola oleh perusahaan yang
     mana pemiliknya akan mendapatkan hak sesuai dengan
     kesepakatan.
  Premi tabarru’, yaitu sejumlah dana yang dihibahkan oleh
     pemegang polis dan digunakan untuk tolong menolong dalam
     menanggulangi musibah kematian yang akan disantunkan kepada
     ahli waris.
  Premi biaya, yaitu sejumlah dana yang dibayarkan oleh peserta
     kepada perusahaan yang digunakan untuk membiayai operasional
     perusahaan.

Pengelolaan Dana Asuransi

Pengelolaan dana asuransi syariah dapat dilakukan dengan akad mudarabah, mudarabah musyarakah atau wakalah bil ujrah. 

Pada akad mudarabah, keuntungan perusahaan asuransi syariah diperoleh dari bagian keuntungan dana dari investasi (sistem bagi hasil). Para peserta asuransi syariah bertindak sebagai pemilik modal dan perusahaan syariah berfungsi sebagai pengelola modal.

Pada akad mudarabah musyarakah, perusahaan asuransi syariah bertindak sebagai mudharib yang menyertakan modalnya  dalam investasi bersama dana para peserta.  Perusahaan dan peserta berhak mendapatkan bagi hasil dari keuntungan yang diperoleh dari investasi.

Pada akad wakalah bil ujrah, perusahaan berhak mendapatkan fee sesuai dengan kesepakatan.  Para peserta memberikan kuasa kepada perusahaan untuk mengelola dananya.

Jenis Investasi Usaha Asuransi Syariah

Investasi yang dilakukan oleh asuransi syariah diatur oleh kaidah dan prinsip-prinsip syariah.  Investasi keuangan syariah harus berkaitan secara langsung dengan suatu kegiatan usaha yang spesifik dan menghasilkan manfaat, karena hanya atas manfaat itu dapat dilakukan bagi hasil.

Investasi untuk perusahaan asuransi syariah menurut menteri keuangan terdiri dari:

 Deposito berjangka dan sertifikat deposito pada bank, tidak boleh
    melebihi 20% dari jumlah investasi.
  Saham yang tercatat di bursa efek, tidak boleh melebihi 20 %  dari
    jumlah investasi.
  Obligasi dan medium term note dengan peringkat paling rendah A,
    tidak boleh melebihi 20% dari jumlah investasi.
  Surat berharga yang diterbitkan oleh pemerintah atau bank
    indonesia, tidak boleh melebihi 20% dari jumlah investasi.
  Unit penyertaan reksa dana, tidak boleh melebihi 20% dari jumlah
    investasi.
  Penyertaan langsung (saham yang tidak tercatat di bursa efek),
    tidak boleh melebihi 10% dari jumlah investasi.
  Bangunan dengan hak strata (strata title), tidak boleh melebihi 20%
    dari jumlah investasi.
  Pinjaman polis, tidak boleh melebihi 80% dari nilai tukar polis.
  Pembiayaan kepemilikan tanah dan bangunan, kendaraan bermotor
    dan barang modal dengan skema murabahah (jual beli dengan
    pembayaran ditangguhkan).
  Pembiayaan modal kerja dengan skema mudarabah (bagi hasil)

Klaim

Klaim adalah hak peserta asuransi yang wajib diberikan oleh perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad.

Ketentuan klaim dalam asuransi syariah yaitu:

  1. Klaim dibayarkan sesuai akad yang disepakati pada awal perjanjian.
  2. Klaim dapat berbeda dalam jumlah sesuai dengan premi yang dibayarkan.
  3. Klaim atas akad tijarah sepenuhnya merupakan hak peserta dan merupakan kewajiban perusahaan untuk memenuhinya.
  4. Klaim atas akad tabarru’ merupakan hak peserta dan merupakan kewajiban perusahaan, sebatas yang disepakati dalam akad.

Penutupan Asuransi

Penutupan asuransi adalah berakhirnya perjanjian asuransi.
Penyebabnya bisa dikarenakan 2 hal :

  1. Perjanjian berakhir secara wajar karena masa berlakunya sudah berakhir sebagamana perjanjian semula.
  2. Perjanjian berakhir secara tidak wajar karena dibatalkan oleh salah satu pihak walau masa berlaku perjanjian belum berakhir.(AF Consulting)