Kamis, 20 Januari 2011

SISTEM KERJA ASURANSI SYARIAH

Pada dasarnya sistem kerja di asuransi syariah hampir sama dengan yang ada di asuransi konvensional, hanya saja untuk hal-hal tertentu pada prakteknya sangat berbeda.

Pada prakteknya di dalam operasional asuransi syariah yang sebenarnya terjadi adalah saling bertanggung jawab, membantu dan melindungi diantara para peserta sendiri.  Perusahaan asuransi diberi amanah oleh para peserta untuk mengelola premi, mengembangkan dengan jalan yang halal, memberikan santunan kepada yang mengalami musibah sesuai perjanjian.

Secara umum proses dalam sistem kerja asuransi syariah sebagai berikut,

Underwriting

Underwriting merupakan proses seleksi yang dilakukan oleh perusahaan asuransi jiwa untuk menentukan tingkat resiko yang akan diterima dan menentukan besarnya premi yang akan dibayar.  Underwriting asuransi syariah bertujuan memberikan skema pembagian resiko yang proporsional dan adil diantara para peserta yang relatif homogen.

Underwriter perusahaan asuransi memiliki sasaran menyetujui dan menerbitkan polis asuransi yang adil bagi nasabah, dapat diterima oleh calon peserta dimana polis asuransi menyediakan benefit yang memenuhi kebutuhannya, premi yang ditetapkan dalam polis harus berada dalam batas kemampuan keuangannya dan premi yang dibebankan harus dapat bersaing di pasar.

Polis

Polis asuransi merupakan dasar perjanjian antara pemegang polis dengan perusahaan setelah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.  Dalam asuransi syariah untuk menghindari unsur-unsur yang diharamkan di atas kontrak asuransi, maka diberikan beberapa pilihan kontrak alternative seperti, polis dengan akad mudarabah, yang mana peserta menyediakan modal untuk dikelola oleh operator asuransi atau Wakalah bil ujrah, yaitu peserta memberi kuasa kepada perusahaan asuransi untuk mengelola dana peserta dengan pemberian imbalan ujrah(fee).

Pada polis asuransi syariah harus ada ijab dalam bentuk penawaran dan kabul dalam bentuk akseptasi atau penerimaan.  Penawaran atau ijab merupakan niat yang dinyatakan oleh pemilik resiko untuk berbagi resiko dengan pemilik resiko lainnya yang dikelola oleh perusahaan asuransi syariah dan kesanggupannya untuk melakukan tanggung jawab tertentu, seperti membayar kontribusi dan mengikuti akad asuransi syariah.

Premi

Premi yang dikumpulkan dari peserta paling tidak harus cukup untuk menutupi tiga hal, yaitu klaim resiko yang dijamin, biaya akuisisi dan biaya pengelolaan operasional perusahaan.
Pada asuransi syariah, premi umumnya dibagi beberapa bagian yaitu:
  Premi tabungan, yaitu bagian premi yang merupakan dana
     tabungan pemegang polis yang dikelola oleh perusahaan yang
     mana pemiliknya akan mendapatkan hak sesuai dengan
     kesepakatan.
  Premi tabarru’, yaitu sejumlah dana yang dihibahkan oleh
     pemegang polis dan digunakan untuk tolong menolong dalam
     menanggulangi musibah kematian yang akan disantunkan kepada
     ahli waris.
  Premi biaya, yaitu sejumlah dana yang dibayarkan oleh peserta
     kepada perusahaan yang digunakan untuk membiayai operasional
     perusahaan.

Pengelolaan Dana Asuransi

Pengelolaan dana asuransi syariah dapat dilakukan dengan akad mudarabah, mudarabah musyarakah atau wakalah bil ujrah. 

Pada akad mudarabah, keuntungan perusahaan asuransi syariah diperoleh dari bagian keuntungan dana dari investasi (sistem bagi hasil). Para peserta asuransi syariah bertindak sebagai pemilik modal dan perusahaan syariah berfungsi sebagai pengelola modal.

Pada akad mudarabah musyarakah, perusahaan asuransi syariah bertindak sebagai mudharib yang menyertakan modalnya  dalam investasi bersama dana para peserta.  Perusahaan dan peserta berhak mendapatkan bagi hasil dari keuntungan yang diperoleh dari investasi.

Pada akad wakalah bil ujrah, perusahaan berhak mendapatkan fee sesuai dengan kesepakatan.  Para peserta memberikan kuasa kepada perusahaan untuk mengelola dananya.

Jenis Investasi Usaha Asuransi Syariah

Investasi yang dilakukan oleh asuransi syariah diatur oleh kaidah dan prinsip-prinsip syariah.  Investasi keuangan syariah harus berkaitan secara langsung dengan suatu kegiatan usaha yang spesifik dan menghasilkan manfaat, karena hanya atas manfaat itu dapat dilakukan bagi hasil.

Investasi untuk perusahaan asuransi syariah menurut menteri keuangan terdiri dari:

 Deposito berjangka dan sertifikat deposito pada bank, tidak boleh
    melebihi 20% dari jumlah investasi.
  Saham yang tercatat di bursa efek, tidak boleh melebihi 20 %  dari
    jumlah investasi.
  Obligasi dan medium term note dengan peringkat paling rendah A,
    tidak boleh melebihi 20% dari jumlah investasi.
  Surat berharga yang diterbitkan oleh pemerintah atau bank
    indonesia, tidak boleh melebihi 20% dari jumlah investasi.
  Unit penyertaan reksa dana, tidak boleh melebihi 20% dari jumlah
    investasi.
  Penyertaan langsung (saham yang tidak tercatat di bursa efek),
    tidak boleh melebihi 10% dari jumlah investasi.
  Bangunan dengan hak strata (strata title), tidak boleh melebihi 20%
    dari jumlah investasi.
  Pinjaman polis, tidak boleh melebihi 80% dari nilai tukar polis.
  Pembiayaan kepemilikan tanah dan bangunan, kendaraan bermotor
    dan barang modal dengan skema murabahah (jual beli dengan
    pembayaran ditangguhkan).
  Pembiayaan modal kerja dengan skema mudarabah (bagi hasil)

Klaim

Klaim adalah hak peserta asuransi yang wajib diberikan oleh perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad.

Ketentuan klaim dalam asuransi syariah yaitu:

  1. Klaim dibayarkan sesuai akad yang disepakati pada awal perjanjian.
  2. Klaim dapat berbeda dalam jumlah sesuai dengan premi yang dibayarkan.
  3. Klaim atas akad tijarah sepenuhnya merupakan hak peserta dan merupakan kewajiban perusahaan untuk memenuhinya.
  4. Klaim atas akad tabarru’ merupakan hak peserta dan merupakan kewajiban perusahaan, sebatas yang disepakati dalam akad.

Penutupan Asuransi

Penutupan asuransi adalah berakhirnya perjanjian asuransi.
Penyebabnya bisa dikarenakan 2 hal :

  1. Perjanjian berakhir secara wajar karena masa berlakunya sudah berakhir sebagamana perjanjian semula.
  2. Perjanjian berakhir secara tidak wajar karena dibatalkan oleh salah satu pihak walau masa berlaku perjanjian belum berakhir.(AF Consulting)

Minggu, 16 Januari 2011

PERBEDAAAN ASURANSI SYARIAH DAN ASURANSI KONVENSIONAL

 Pada asuransi syariah hubungan sesama peserta  pada dasarnya dilakukan atas dasar saling tolong menolong (taawun) maka akad yang digunakan adalah akad Tabarru’ (hibah).  Untuk hubungan antara peserta dengan perusahaan asuransi digunakan akad tijarah (ujrah/fee), mudharabah musyarakah, wakalah bil ujrah (perwakilan), wadiah (titipan), syirkah (berserikat).  Sedangkan pada asuransi konven akad yang digunakan adalah akad tabadduli, mirip dengan jual beli.

  Pada asuransi syariah, investasi dana berdasarkan bagi hasil (mudharabah), bersih dari gharar, maysir dan ribaSedangkan pada konven memakai bunga (riba) sebagai landasan perhitungan investasinya.

  Pada asuransi syariah, kepemilikan dana merupakan hak peserta.  Perusahaan hanya sebagai pemenang amanah untuk mengelolanya secara syariah.  Sedangkan pada asuransi konven, dana yang terkumpul dari nasabah (premi) menjadi milik perusahaan.  Sehingga perusahaan bebas menentukan alokasi investasinya.

  Pada  asuransi syariah dalam mekanismenya, tidak mengenal dana hangus seperti yang terdapat pada asuransi konven. Jika pada masa kontrak peserta tidak dapat melanjutkan pembayaran premi dan ingin mengundurkan diri sebelum masa reversing period, maka dana yang dimasukkan dapat diambil kembali, kecuali sebagian dana kecil yang telah diniatkan untuk Tabarru’ (dihibahkan).

  Pada asuransi syariah, pembayaran klaim diambil dari dana tabarru’ seluruh peserta yang sejak awal telah diikhlaskan bahwa ada penyisihan dana yang akan dipakai sebagai dana tolong menolong diantara peserta bila terjadi musibah.  Sedangkan pada asuransi konven pembayaran klaim diambil dari rekening dana perusahaan.

  Pada asuransi syariah, pembagian keuntungan dibagi antara perusahaan dangan peserta sesuai pinsip bagi hasil dengan proporsi yang telah ditentukan.  Sedangkan pada asuransi konven seluruh keuntungan menjadi hak milik perusahaan.

  Pada asuransi syariah menggunakan sistem sharing of risk yang mana terjadi proses saling menanggung antara satu peserta dengan peserta lainnya (ta’awun) sedangkan pada asuransi konven menggunakan sistem transfer of risk, yang mana terjadi pengalihan resiko dari tertanggung (nasabah) kepada penanggung (perusahaan).

  Pada asuransi syariah menggunakan konsep akuntansi cash basis yang mengakui apa yang telah ada, sedangkan pada asuransi konven menggunakan sistem akuntansi accrual basis yang mengakui aset, biaya, kewajiban yang sebenarnya belum ada (belum tentu terealisasikan).

  Pada asuransi syariah dibebani kewajiban membayar zakat dari keuntungan yang diperoleh, sedangkan asuransi konven tidak.

  Pada asuransi syariah memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertugas mengawasi produk yang dipasarkan dan pengelolaan investasi dananya.  Sedangkan pada asuransi konven tidak ditemukan DPS. (AF Consulting)

Minggu, 09 Januari 2011

MENGAPA ADA ASURANSI SYARIAH ?

Mengantisipasi sesuatu yang masih berupa kemungkinan bisa jadi bagi sebagian orang sebagai sebuah tindakan sia-sia karena kemungkinan adalah ketidakpastian dan tidak bermanfaat sama sekali, tetapi bagi sebagian yang lain mungkin sebuah tidakan yang sangat efektif untuk menghindari kerugian yang mungkin ditimbulkannya.

Sebagian ulama melihat bahwa praktik asuransi tidak dapat dibenarkan dalam Islam karena asuransi berbicara tentang sesuatu yang tidak pasti dan mengandung unsur-unsur gharar, maysir, dan riba didalamnya. Namun sebagian yang lain berpendapat bahwa  unsur-unsur yang haram dalam asuransi bisa dihilangkan sehingga praktik asuransi dapat diterima dalam Islam.

Beberapa alasan ulama menentang praktik asuransi antara lain :
    Asuransi adalah perjanjian pertaruhan dan murupakan perjudian (maysir).
    Asuransi melibatkan urusan yang tidak pasti (gharar).
    Asuransi jiwa merupakan suatu usaha yang dirancang untuk merendahkan 
      iradat Allah.
    Dalam asuransi jiwa, jumlah premi tidak tetap karena tertanggung tidak
      mengetahui berapa kali bayaran angsuran yang dapat dilakukan olehnya 
      sampai ia mati.
    Perusahaan asuransi menginvestasikan uang yang telah dibayar oleh 
      tertanggung dalam bentuk jaminan berbunga. Dalam asuransi jiwa apabila 
      tertanggung mati, dia akan mendapat bayaran yang lebih dari jumlah   
      uang yang telah dibayar(riba).
    Semua perniagaan asuransi berdasarkan riba dilarang dalam Islam.

Sebagian ulama memperbolehkan asuransi secara syar’i, jika tidak menyimpang dari prinsip-prinsip dan aturan-aturan syariat Islam.yaitu:
☻ Asuransi syariah harus dibangun atas dasar taawun (kerja sama ), tolong  
     menolong, saling menjamin, tidak berorentasi bisnis atau keuntungan  
     materi semata. Allah SWT berfirman,” Dan saling tolong menolonglah dala
     kebaikan dan ketaqwaan dan jangan saling tolong menolong dalam dosa   
     dan permusuhan.
☻ Asuransi syariah  bersifat  tabarru (hibah) atau mudhorobah.
☻ Sumbangan (tabarru) sama dengan hibah (pemberian), oleh karena itu 
     haram hukumnya ditarik kembali. Kalau terjadi peristiwa,makadiselesaikan 
     menurut syariat.
☻ Setiap anggota yang menyetor uangnya menurut jumlah yang telah 
     ditentukan,  harus disertai dengan niat membantu demi menegakan prinsip 
     ukhuwah.
☻ Kemudian dari uang yang terkumpul itu diambilah sejumlah uang guna   
    membantu orang yang sangat memerlukan.
☻ Tidak dibenarkan seseorang menyetorkan sejumlah kecil uangnya dengan 
     tujuan supaya ia mendapat imbalan yang berlipat bila terkena suatu  
     musibah. Akan tetepi ia diberi uang jamaah sebagai ganti atas kerugian itu 
     menurut izin yang diberikan oleh jamaah.
☻ Apabila uang itu akan dikembangkan, maka harus dijalankan menurut aturan
     syar’i.

Pada umumnya asuransi syariah memiliki beberapa ciri, diantaranya adalah :
■  Akad asuransi syari’ah adalah bersifat tabarru, sumbangan yang diberikan
    tidak boleh ditarik kembali.
■  Dalam asuransi syari’ah tidak ada pihak yang lebih kuat karena semua 
    keputusan dan aturan-aturan diambil menurut izin peserta seperti dalam 
    asuransi takaful.
■  Akad asuransi syari’ah bersih dari gharar dan riba.
■  Asuransi syariah bernuansa kekeluargaan yang kental.

Kesimpulan
Pada dasarnya konsep asuransi syariah adalah tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan . Konsep tersebut sebagai landasan yang diterapkan dalam setiap perjanjian transaksi bisnis dalam wujud tolong menolong (akad takafuli) yang menjadikan semua peserta sebagai keluarga besar yang saling menanggung satu sama lain di dalam menghadapi resiko, yang kita kenal sebagai sharing of risk.(AF Consulting)

APA ITU SALAFI ?

Pengertian Salafi
Secara istilah, yang dimaksud salaf adalah 3 generasi awal umat Islam yang merupakan generasi terbaik, seperti yang disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, “Sebaik-baik umat adalah generasiku, kemudian sesudahnya, kemudian sesudahnya” (HR. Bukhari-Muslim)
Tiga generasi yang dimaksud adalah generasi Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dan para sahabat, generasi tabi’in dan generasi tabi’ut tabi’in. Sering disebut juga generasi Salafus Shalih. Tidak ada yang meragukan bahwa merekalah orang-orang yang paling memahami Islam yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam. Maka bila kita ingin memahami Islam dengan benar, tentunya kita merujuk pada pemahaman orang-orang yang ada pada 3 generasi tersebut. Seorang sahabat yang mulia, Ibnu Mas’ud radhiallahu’anhu berkata, “Seseorang yang mencari teladan, hendaknya ia meneladani para sahabat Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam karena mereka adalah orang-orang yang paling mulia hatinya, paling mendalam ilmunya, paling sedikit takalluf-nya, paling benar bimbingannya, paling baik keadaannya, mereka adalah orang-orang yang dipilih oleh Allah untuk menjadi sahabat Nabi-Nya, dan untuk menegakkan agamanya. Kenalilah keutamaan mereka. Ikutilah jalan hidup mereka karena sungguh mereka berada pada jalan yang lurus.”
Dengan kata lain “Salafi adalah mengikuti pemahaman dan cara beragama para sahabat Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dan orang-orang yang mengikuti jalan mereka”.

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa orang yang beragama dengan mengambil sumber ajaran Islam dari 3 generasi awal umat Islam tadi, dengan sendirinya ia seorang Salafi. Tanpa harus mendaftar, tanpa berbai’at, tanpa iuran anggota, tanpa kartu anggota, tanpa harus ikut pengajian tertentu, tanpa harus mengaji pada ustadz tertentu dan tanpa harus memakai busana khas tertentu. Maka Anda yang sedang membaca artikel ini pun seorang Salafi bila anda selama ini mencontoh Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dan para sahabatnya dalam beragama.

Dakwah Salafi

Dakwah salafi adalah Islam itu sendiri. Dakwah Salafi adalah Islam yang hakiki. Mengapa? Karena dari manakah kita mengambil sumber pemahaman Al Qur’an dan hadits selain dari para sahabat Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam? Apakah ada sumber lain yang lebih terpercaya? Apakah Islam dipahami dengan selera dan pemahaman masing-masing orang? Bahkan jika seseorang dalam memahami Al Qur’an dan hadits mengambil sumber dari yang lain, maka dapat dipastikan ia telah mengambil jalan yang salah. Syaikh Salim Bin ‘Ied Al Hilaly setelah menjelaskan surat An Nisa ayat 115 berkata, “Dengan ayat ini jelaslah bahwa mengikuti jalan kaum mu’minin adalah jalan keselamatan. Dan ayat ini dalil bahwa pemahaman para sahabat mengenai agama Islam adalah hujjah terhadap pemahaman yang lain. Orang yang mengambil pemahaman selain pemahaman para sahabat, berarti ia telah mengalami penyimpangan, menapaki jalan yang sempit lagi menyengsarakan, dan cukup baginya neraka Jahannam yang merupakan seburuk-buruk tempat tinggal.” (Lihat Limaadza Ikhtartu Al Manhaj As Salafi Faqot, Salim bin ‘Ied Al Hilaly)

Salafi bukan gerakan

Ada pendapat yang sesat yang sengaja dihembuskan oleh orang-orang yang tidak faham  bahwa mereka mengira Salafi adalah sebuah sekte, aliran sebagaimana Jama’ah Tabligh, Ahmadiyah, Naqsabandiyah, LDII, dll. Atau sebuah organisasi massa sebagaimana NU, Muhammadiyah, PERSIS, Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir, dll. Ini adalah salah kaprah. Salafi bukanlah sekte, aliran, partai atau organisasi massa, namun salafi adalah manhaj (metode beragama), sehingga semua orang di seluruh pelosok dunia di manapun dan kapanpun adalah seorang salafi jika ia beragama Islam dengan manhaj salaf tanpa dibatasi keanggotaan.

Musuh Salafi

Musuh utama seorang muslim adalah kekufuran dan kesyirikan, karena tujuan Allah menciptakan makhluk-Nya agar makhluk-Nya hanya menyembah Allah semata. Allah Ta’ala berfirman, “Sungguh kesyirikan adalah kezaliman yang paling besar” [QS. Luqman: 13]. Setelah itu, musuh kedua terbesar seorang muslim adalah perkara baru dalam agama, disebut juga bid’ah. Karena jika orang dibiarkan membuat perkara baru dalam beragama, akan hancurlah Islam karena adanya peraturan, ketentuan, ritual baru yang dibuat oleh orang-orang belakangan. Padahal Islam telah sempurna tidak butuh penambahan dan pengurangan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap bid’ah adalah kesesatan” (HR. Muslim)

Akhlaq Salafi

Manhaj salaf mengajarkan bahwa setiap muslim wajib berakhlaq mulia. Akhlaq mulia yang paling utama adalah terhadap Allah Ta’ala. Yaitu dengan menyembah Allah semata dan tidak berbuat kesyirikan serta menjalani apa yang Ia perintahkan dan menjauhi apa yang dilarang. Kemudian berakhlak mulia terhadap makhluk Allah. Inilah yang dimaksud dalam hadits Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia” (HR. Ibnu Abdil Barr dalam At Tamhid, 24/333. Di shahihkan oleh Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah, 45 )
Manhaj salaf mementingkan ummat agar bergaul dan bermuamalah dengan akhlak mulia. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam:
Bertaqwalah kepada Allah dimanapun engkau berada. Dan kerjakan banyak kebaikan setelah engkau terjerumus dalam keburukan hingga terhapus dosamu. Dan bergaullah terhadap manusia dengan akhlak yang baik” (HR. Tirmidzi, ia berkata: ‘Hadits in hasan’)
Maka setiap muslim, lebih lagi yang bersemangat untuk berpegang teguh dengan manhaj salaf, selayaknya berakhlak dengan akhlak yang mulia.