Senin, 25 April 2011

APA ITU AKAD HAWALAH ?

Secara umum Hawalah adalah Akad pengalihan hutang dari satu pihak yang berhutang, kepada pihak lain yang wajib menanggung (membayar).
Secara bahasa hawalah atau hiwalah bermakna berpindah atau berubah. Dalam hal ini terjadi perpindahan tanggungan atau hak dari satu orang kepada orang lain. Dalam istilah para fukoha hawalah adalah pemindahan atau pengalihan penagihan hutang dari orang yang berhutang kepada orang yang menanggung hutang tersebut. 

Batasan ini dapat digambarkan sebagai berikut. Misalnya A meminjamkan sejumlah uang kepada B dan B sebelumnya telah meminjamkan sejumlah uang kepada C. Kemudian jika kita asumsikan bahwa hutang C pada B sama jumlahnya dengan hutang B pada A. Ketika A menagih hutang kepada B, ia mengatakan kepada A bahwa ia memiliki piutang yang sama pada C. Karena itu B memberitahukan kepada A dan ia dapat menagihnya kepada C dengan catatan ketiga-tiga orang itu menyepakati perjanjian hawalah dahulu.

Landasan Syariah Akad Hawalah

1.  Al-Quran

Pengalihan penagihan hutang ini dibenarkan oleh syariah dan telah dipraktekkan oleh kaum Muslimin dari zaman Nabi Muhammad SAW sampai sekarang. Dalam al-Qur’an kaum Muslimin diperintahkan untuk saling tolong menolong satu sama lain, lihat al-Qur’an : 5: 2. Akad hawalah merupakan suatu bentuk saling tolong menolong yang merupakan manifestasi dari semangat ayat tersebut.

2 . As-Sunnah.

Rasulullah SAW bersabda : ” Menunda-nunda pembayaran hutang dari orang yang mampu membayarnya adalah perbuatan zalim. Dan apabila salah seorang dari kamu dipindahkan penagihannya kepada  orang lain yang mampu, hendaklah ia menerima.”  HR. Ahmad dan Abi Syaibah. Semangat yang dikandung oleh hadis ini menunjukkan perintah yang wajib diterima oleh orang yang dipindahkan penagihannya kepada orang lain.

Dan juga menurut Imam Ahmad dan Dawud adh-Dhohiri orang yang dipindahkan hak penagihannya wajib menerima akad hawalah. Hanya saja jumhur ulama tidak mewajibkan hal itu dan menakwilkan kata perintah dalam hadis ini mempunyai kedudukan hukum sunnah atau dianjurkan saja, bukan sebagai suatu kewajiban yang harus diikuti.

3.  Ijma’

Pada prinsipnya para ulama telah sepakat dibolehkannya akad hawalah ini. Hawalah yang mereka sepakati adalah hawalah dalam hutang piutang bukan pada barang konkrit.

Rukun Hawalah

Menurut madzhab Hanafi rukun hawalah ada dua yaitu ijab yang diucapkan oleh Muhil dan qobul yang diucapkan oleh Muhal dan Muhal alaih. Sedangkan menurut jumhur ulama rukun hawalah ada enam macam yaitu:

  1.  Muhil ( orang yang memindahkan penagihan yaitu orang yang       berhutang).
  2. Muhal ( orang yang dipindahkan hak penagihannya kepada orang lain yaitu orang yang  mempunyai piutang).                        
  3.  Muhal alaih ( orang yang dipindahkan kepadanya objek penagihan).
  4.  Muhal bih (hak yang dipindahkan yaitu hutang).
  5. Piutang Muhil pada Muhal alaih.
  6. Shighot.

Dalam contoh di atas Muhil adalah B, Muhal adalah A dan Muhal alaih adalah C. Dalam akad hawalah Ijab yang diucapkan oleh Muhil mengandung pengertian pemindahan hak penagihan, umpamanya ia berkata kepada A : Aku pindahkan (hawalahkan) hak penagihanmu terhadap hutang saya kepada C. Sementara itu A dan C menyetujui dengan mengucapkan ” Kami setuju”. Dengan demikian akad hawalah tersebut dapat dilaksanakan dengan masing-masing pihak puas dan rela.

Syarat-Syarat Hawalah

Persyaratan hawalah ini berkaitan dengan Muhil, Muhal, Muhal Alaih dan Muhal Bih.
Berkaitan dengan Muhil, ia disyaratkan harus;
Pertama, berkemampuan untuk melakukan akad (kontrak). Hal ini hanya dapat dimiliki jika ia berakal dan baligh. Hawalah tidak sah dilakukan oleh orang gila dan anak kecil karena tidak bisa atau belum dapat dipandang sebagai orang yang bertanggung secara hukum. Kedua, kerelaan Muhil. Ini disebabkan karena hawalah mengandung pengertian kepemilikan sehingga tidak sah jika ia dipaksakan. Di samping itu persyaratan ini diwajibkan para fukoha terutama  untuk meredam rasa kekecewaan atau ketersinggungan yang mungkin dirasakan oleh Muhil ketika diadakan akad hawalah.

Persyaratan yang berkaitan dengan Muhal.
Pertama, Ia harus memiliki kemampuan untuk melaksanakan kontrak. Ini sama dengan syarat yang harus dipenuhi oleh Muhil. Kedua, kerelaan dari Muhal karena tidak sah jika hal itu dipaksakan. Ketiga, ia bersedia menerima akad hawalah.

Persyaratan yang berkaitan dengan Muhal Alaih.
Pertama, sama dengan syarat pertama bagi Muhil dan Muhal yaitu berakal dan balig. Kedua, kerelaan dari hatinya karena tidak boleh dipaksakan. Ketiga, ia menerima akad hawalah dalam majlis atau di luar majlis.

Persyaratan yang berkaitan dengan Muhal Bih.
Pertama, ia harus berupa hutang dan hutang itu merupakan tanggungan dari Muhil kepada Muhal. Kedua, hutang tersebut harus berbentuk hutang lazim artinya bahwa hutang tersebut hanya bisa dihapuskan dengan pelunasan atau penghapusan.

Jenis-jenis Hawalah

1.   Hawalah Muthlaqoh
Hawalah Muthlaqoh terjadi jika orang yang berhutang (orang pertama) kepada orang lain ( orang kedua) mengalihkan hak penagihannya kepada pihak ketiga tanpa didasari pihak ketiga ini berhutang kepada orang pertama. Jika A berhutang kepada B dan A mengalihkan hak penagihan B kepada C, sementara C tidak punya hubungan hutang pituang kepada B. Ini hanya ada dalam madzhab Hanafi dan Syi’ah sedangkan jumhur ulama mengklasifikasikan jenis hawalah ini sebagai kafalah.

2.   Hawalah Muqoyyadah 
Hawalah Muqoyyadah terjadi jika Muhil mengalihkan hak penagihan Muhal kepada  Muhal Alaih karena yang terakhir punya hutang kepada Muhil.


Akad hawalah akan berakhir oleh hal-hal berikut ini :

  1.  Karena dibatalkan atau fasakh. Ini terjadi jika akad hawalah belum dilaksanakan sampai tahapan akhir lalu difasakh. Dalam keadaan ini hak penagihan dari Muhal akan kembali lagi kepada Muhil.
  2.  Hilangnya hak Muhal Alaih karena meninggal dunia atau bangkrut atau ia mengingkari adanya akad hawalah sementara Muhal tidak dapat menghadirkan bukti atau saksi.
  3. Jika Muhal alaih telah melaksanakan kewajibannya kepada Muhal. Ini berarti akad hawalah benar-benar telah dipenuhi oleh semua pihak.
  4.  Meninggalnya Muhal sementara Muhal alaih mewarisi harta hawalah karena pewarisan merupakah salah satu sebab kepemilikan. Jika akad ini hawalah muqoyyadah, maka berakhirlah sudah akad hawalah itu menurut madzhab Hanafi.
  5. Jika Muhal menghibahkan harta hawalah kepada Muhal Alaih dan ia menerima hibah tersebut.
  6. Jika Muhal menyedekahkan harta hawalah kepada Muhal alaih. Ini sama dengan sebab yang ke 5 di atas.   (AF Consulting)

Selasa, 19 April 2011

APA ITU AKAD KAFALAH ?

Sebagaimana yang dinyatakan para ulama fikih, bahwa kafalah adalah, "menggabungkan dua tanggungan dalam permintaan dan hutang.” Definisi lain adalah, "jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (mukful ‘anhu ashil)”. Di dalam kamus istilah Fikih, kafalah diartikan menanggung atau penanggungan terhadap sesuatu, yaitu akad yang mengandung perjanjian dari seseorang di mana padanya ada hak yang wajib dipenuhi terhadap orang lain, dan berserikat bersama orang lain itu dalam hal tanggung jawab terhadap hak tersebut dalam menghadapi penagih (utang).

Dalam buku “Ekonomi Syariah Versi Salaf “ Kafalah memiliki arti sebagai kesanggupan untuk memenuhi hak yang telah menjadi kewajiban orang lain , kesanggupan untuk mendatangkan barang yang ditanggung atau untuk menghadirkan orang yang mempunyai kewajiban terhadap orang lain . Kafalah adalah akad yang mengandung kesanggupan seseorang untuk mengganti atau menanggung kewajiban hutang orang lain apabila orang tersebut tidak dapat memenuhi kewajibannnya .

Landasan Syariah Kafalah

1. Al-Qur’an
Allah Swt berfirman, “Penyeru-penyeru itu berkata: “Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya”. (Q.S. Yusuf 12 : 72)

2. As-Sunnah
Diriwayatkan bahwa sesungguhnya telah dibawa ke hadapan Nabi Saw jenazah seseorang, mereka berkata kepada beliau, “Ya Rasulullah, shalatkanlah mayat ini. Beliau bertanya, “Adakah dia meninggalkan harta?”. Mereka menjawab, “Tidak”. “Apakah ia ada meninggalkan hutang?”. Jawab mereka, “Ada, hutangnya 3 dinar”. Beliau berkata, “Shalatkanlah teman kalian itu”. Abu Qatadah berkata, “Shalatlah atasnya ya Rasulullah, sayalah yang menanggung utangnya”. Kemudian Nabi Saw menyalatinya”. (HR. Bukhari, An-Nasa’i & Ahmad)

3. Ijma’
Ijma’ulama membolehkan (mubah) dhaman (jaminan) dalam muamalah karena dhaman sangat diperlukan dalam waktu tertentu. Adakalanya orang memerlukan modal dalam usaha dan untuk mendapatkan modal itu biasanya harus ada jaminan dari seseorang yang dapat dipercaya, apalagi usaha dagangannya besar

Rukun Dan Syarat Kafalah

Adapun rukun dan syarat kafalah sebagaimana yang disebutkan dalam Fatwa DSN yaitu:

1. Pihak Penjamin (Kafiil)
a. Baligh (dewasa) dan berakal sehat.
b. Berhak penuh untuk melakukan tindakan hukum dalam urusan  
    hartanya dan rela (ridha) dengan tanggungan kafalah tersebut.

2. Pihak Orang yang berhutang (Ashiil, Makfuul ‘anhu)
a. Sanggup menyerahkan tanggungannya kepada penjamin.
b. Dikenal oleh penjamin.

3. Pihak Orang yang Berpiutang (Makfuul Lahu)
a. Diketahui identitasnya.
b. Dapat hadir pada waktu akad atau memberikan kuasa.
c. Berakal sehat.

4. Obyek Penjaminan (Makful Bihi)
a. Merupakan tanggungan pihak/orang yang berhutang, baik berupa
    uang, benda, maupun pekerjaan.
b. Bisa dilaksanakan oleh penjamin.
c. Harus merupakan piutang mengikat (lazim), yang tidak mungkin
    hapus kecuali setelah dibayar atau dibebaskan.
d. Harus jelas nilai, jumlah dan spesifikasinya.
e. Tidak bertentangan dengan syari’ah (diharamkan).

Macam-macam Kafalah

Pembagian Kafalah menurut penjelasan M. Syafi'i Antonio :
1. Kafalah bi al-mal, adalah jaminan pembayaran barang atau    
    pelunasan utang. Bentuk kafalah ini merupakan sarana yang paling
    luas bagi bank untuk memberikan jaminan kepada para nasabahnya
    dengan imbalan/fee tertentu.
2. Kafalah bi al-nafs, adalah jaminan diri dari si penjamin. Dalam hal
    ini, bank dapat bertindak sebagai Juridical Personality yang dapat
    memberikan jaminan untuk tujuan tertentu.
3. Kafalah bi al-taslim, adalah jaminan yang diberikan untuk menjamin
    pengembalian barang sewaan pada saat masa sewanya berakhir.
    Jenis pemberian jaminan ini dapat dilaksanakan oleh bank untuk
    keperluan nasabahnya dalam bentuk kerjasama dengan erusahaan,
    leasing company. Jaminan pembayaran bagi bank dapat berupa
    deposito/tabungan, dan pihak bank diperbolehkan memungut uang
    jasa/fee kepada nasabah tersebut.
4. Kafalah al-munjazah, adalah jaminan yang tidak dibatasi oleh waktu
    tertentu dan untuk tujuan/kepentingan tertentu. Dalam dunia
    perbankan, kafalah model ini dikenal dengan bentuk performance
    bond (jaminan prestasi).
5. Kafalah al-mu’allaqah, Bentuk kafalah ini merupakan
    penyederhanaan dari kafalah al-munjazah, di mana jaminan
    dibatasi oleh kurun waktu tertentu dan tujuan tertentu pula.

Penerapan Kafalah dalam Bank Syariah

Secara teknis perbankan, kafalah merupakan jasa penjaminan nasabah dimana bank bertindak sebagai penjamin (kafil) sedangkan nasabah sebagai pihak yang dijamin (makful lah). Prinsip syariah ini sebagai dasar layanan bank garansi, yaitu penjaminan pembayaran atas suatu kewajiban pembayaran.

Bank dapat mempersyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai jaminan. Atas dana tersebut bank dapat memberlakukannya dengan prinsip wadi’ah. Dalam hal ini, bank mendapatkan imbalan atas jasa yang diberikan.

Penerbitan Bank Garansi (surat jaminan bank), yang terdiri dari jaminan tender, jaminan pelaksanaan, jaminan uang muka, dan jaminan pelaksanaan dengan setoran minimal sebesar 10% dari nilai jaminan yang diinginkan nasabah.

Ada bank syariah yang menyediakan layanan Overseas Transfer, berdasarkan akad kafalah. Overseas transfer yaitu layanan pengiriman uang dalam USD atau pun Euro secara same day value, cepat, aman melintas batas karena didukung oleh teknologi.
(AF Consulting)