Wakalah secara bahasa adalah al-hifdz, al-kifayah, al-dhaman dan tafwidh (penyerahan, pendelegasian, dan pemberian mandat). Secara istilah Wakalah adalah Pemberian kewenangan atau kuasa kepada pihak lain tentang hal yang harus dilakukannya dan penerima kuasa menjadi pengganti pemberi kuasa selama batas waktu yang ditentukan. Adapun menurut istilah syar’i ialah seseorang mengangkat orang lain sebagai pengganti dirinya, secara mutlak ataupun secara terikat.
Wakalah adalah merupakan perjanjian transfer wewenang (pemberi kuasa) kepada pihak lain untuk melaksanakan pekerjaan tertentu untuk kepentingan pihak pertama. Pengertian mewakilkan bukan berarti seorang wakil dapat bertindak semaunya, akan tetapi si wakil berbuat sesuai dengan yang diinginkan oleh orang yang memberi kewenangan tersebut. Akan tetapi kalau orang yang mewakilkan tersebut tidak memberi batasan atau aturan-aturan tertentu, maka menurut Abu Hanifah si penerima wakil dapat berlaku sesuai dengan yang diinginkan dan dia diberikan kebebasan untuk melakukan sesuatu.
Secara syariat Wakalah tertulis dalam Al-Quran:
“Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka, “Sudah berapa lamakah kamu berada (di sini?)” Mereka menjawab, “Kami berada (di sini) sehari atau setengah hari.” Berkata (yang lain lagi). “Rabb kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah dia membawa makan itu untukmu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seseorang pun.” (QS Al-Kahfi: 19).
Kaum muslimin sepakat membolehkan wakalah, sebagian mereka menganjurkannya karena hal ini termasuk bagian dari ta’awun (tolong menolong) dalam kebaikan dan takwa, karena tidak semua orang mampu menangani sendiri seluruh urusannya, sehingga memerlukan wakil yang berfungsi sebagai pengganti dirinya untuk melaksanakan suatu tugas.
Jika perwakilan tersebut bersifat terikat, maka wakil berkewajiban mengikuti apa saja yang telah ditentukan oleh orang yang mewakilkan, ia tidak boleh menyalahinya. Menurut Madzhab Imam Syafi’i, apabila yang mewakili menyalahi aturan yang telah disepakati ketika akad, penyimpangan tersebut dapat merugikan pihak yang mewakilkan, maka tindakan tersebut batal.
Segala sesuatu yang boleh diurusi sendiri, boleh juga diwakilkan kepada orang lain, atau boleh juga menjadi wakil orang lain. Wakil adalah orang yang mendapat kepercayaan mengurusi apa yang dipegangnya atau apa yang ditanganinya; ia tidak harus menanggung resiko kecuali karena kelalaiannya. Rasulullah saw bersabda:
“Tidak ada tanggungan atas orang yang mendapat amanah.” (Hasan; Shahihul Jami’us Shaghir no: 7518).
Kalau dikaitkan dengan aktivitas ekonomi, maka fungsi wakalah sangat penting. Karena seseorang yang mempunyai keterbatasan tertentu bisa mewakilkan urusan atau pekerjaannya untuk diwakili kepada orang yang mampu dalam urusan tersebut. (AF Consulting)