Pendahuluan. Tidak dapat dipungkiri bahwa memahami sejarah perkembangan akuntansi syariah menjadi sangat penting dalam memahami perkembangan praktik –praktik dan implementasi akuntansi syariah kedepannya yang sesuai dengan kaidah –kaidah yang dibenarkan dalam Islam (syar’i).
Harahap dalam bukunya Teori Akuntansi (2008) mengatakan bahwa mempelajari sejarah akuntansi ini perlu untuk mengetahui apa yang terjadi pada masa lalu dan dengan pengetahuan ini diharapkan kita akan dapat memprediksi apa yang akan terjadi di masa depan sehingga dalam menghadapinya kita lebih siap dan mampu mengambil dari peluang yang ada.
Jika kita mengkaji lebih jauh dan mendalam terhadap sumber dari ajaran Islam Al-Qur’an dan Al Hadist maka kita akan menemukan ayat-ayat maupun hadist-hadist yang membuktikan bahwa Islam juga membahas ilmu akuntansi.
Eksistensi akuntansi dalam Islam dapat kita lihat dari berbagai bukti sejarah maupun dari Al-Qur’an. Dalam Surat Al-Baqarah ayat 282, dibahas masalah muamalah. Termasuk di dalamnya kegiatan jual-beli, utang-piutang dan sewa-menyewa. Dari situ dapat kita simpulkan bahwa dalam Islam telah ada perintah untuk melakukan sistem pencatatan yang tekanan utamanya adalah untuk tujuan kebenaran, kepastian, keterbukaan, dan keadilan antara kedua pihak yang memiliki hubungan muamalah. Dalam bahasa akuntansi lebih dikenal dengan accountability.
Bila diperhatikan, budaya dan nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat Islam dan barat terdapat perbedaan yang sangat besar. Dalam masyarakat Islam terdapat sistem nilai yang melandasi setiap aktivitas masyarakat, baik pribadi maupun komunal. Hal ini tidak ditemukan dalam kehidupan masyarakat barat. Perbedaan dalam budaya dan sistem nilai ini menghasilkan bentuk masyarakat, praktik, serta pola hubungan yang berbeda pula.
Menurut, Toshikabu Hayashi dalam tesisnya yang berjudul "On Islamic Accounting", Akuntansi Barat (Konvensional) memiliki sifat yang dibuat sendiri oleh kaum kapital dengan berpedoman pada filsafat kapitalisme, sedangkan dalam Akuntansi Islam ada "meta rule" yang berasal diluar konsep akuntansi yang harus dipatuhi, yaitu hukum Syariah yang berasal dari Tuhan yang bukan ciptaan manusia, dan Akuntansi Islam yang sesuai dengan kecenderungan manusia yaitu "hanief" yang menuntut agar perusahaan juga memiliki etika dan tanggung jawab sosial, bahkan ada pertanggungjawaban di akhirat, dimana setiap orang akan mempertanggungjawabkan tindakannya di hadapan Tuhan yang memiliki Akuntan sendiri (Rakib dan Atid) yang mencatat semua tindakan manusia bukan saja pada bidang ekonomi, tetapi juga masalah sosial dan pelaksanaan hukum Syariah lainnya. Jadi, dapat kita simpulkan dari uraian di atas, bahwa konsep Akuntansi Islam jauh lebih dahulu dari konsep Akuntansi Konvensional.
Tujuan akuntansi syariah adalah terciptanya peradaban bisnis dengan wawasan humanis, emansipatoris, transendental, dan teologis. Dengan akuntansi syariah, realitas sosial yang dibangun mengandung nilai tauhid dan ketundukan kepada ketentuan Allah swt. Dengan demikian pengembangan akuntansi Islam, nilai-nilai kebenaran, kejujuran dan keadilan harus diaktualisasikan dalam praktik akuntansi.
Secara garis besar, bagaimana nilai-nilai kebenaran membentuk akuntansi syariah dapat diterangkan.
1. Akuntan muslim harus meyakini bahwa Islam sebagai way of life
(Q.S. 3 : 85).
2. Akuntan harus memiliki karakter yang baik, jujur, adil, dan dapat
dipercaya (Q.S. An-Nisa : 135).
3. Akuntan bertanggung jawab melaporkan semua transaksi yang terjadi
(muamalah) dengan benar, jujur serta teliti, sesuai dengan syariah
Islam (Q.S. Al-Baqarah : 7 – 8).
4. Dalam penilaian kekayaan (aset), dapat digunakan harga pasar atau
harga pokok. Keakuratan penilaiannya harus dipersaksikan pihak
yang kompeten dan independen (Al-Baqarah : 282).
5. Standar akuntansi yang diterima umum dapat dilaksanakan
sepanjang tidak bertentangan dengan syariah Islam.
6. Transaksi yang tidak sesuai dengan ketentuan syariah, harus
dihindari, sebab setiap aktivitas usaha harus dinilai halal-haramnya.
Sejarah lahirnya Akuntansi syariah
Akuntansi dalam Islam bukanlah merupakan ilmu yang baru hal ini dapat di lihat dalam peradaban Islam yang pertama sudah memiliki ”Baitul Mal ” yang merupakan lembaga keuangan yang berfungsi sebagai ”Bendara Negara” serta menjamin kesejahteraan sosial. Sejak itu masyarakat muslim telah memiliki jenis akuntansi yang disebut ”Kitabat al-Amwal” (pencatatan Uang) tulisan ini telah muncul sebelum double entry ditemukan oleh Lucas Pacioli di Italia pada tahun 1494.
Dalam sejarah membuktikan bahwa ternyata Islam lebih dahulu mengenal system akuntansi, karena Al Quran telah diturunkan pada tahun 610 M, yakni 800 tahun lebih dahulu dari Lucas Pacioli yang menerbitkan bukunya pada tahun 1494.
Akuntansi di Kalangan Bangsa Arab Sebelum Islam
Dari studi sejarah peradaban arab, tampak sekali betapa besarnya perhatian bangsa arab pada akuntansi. Hal ini terlihat pada usaha tiap pedagang arab untuk mengetahui dan menghitung barang dagangannya, sejak mulai berangkat sampai pulang kembali. Hitungan ini dilakukan untuk mengetahui perubahan pada keuangannya. Setelah berkembangnya negeri, bertambahnya kabilah-kabilah, masuknya imigran-imigran dari negeri tetangga, dan berkembangnya perdagangan serta timbulnya usaha-usaha perdagangan, semakin kuatlah perhatian bangsa arab terhadap pembukuan dagang untuk menjelaskan utang piutang. Orang-orang yahudipun (pada waktu itu) sudah biasa menyimpan daftar-daftar (faktur) dagang.
Semua telah nampak jelas dalam sejarah peradaban bangsa arab. Jadi, konsep akuntansi dikalangan bangsa arab pada waktu itu dapat dilihat pada pembukuan yang berdasarkan metode penjumlahan statistik yang sesuai dengan aturan-aturan penjumlahan dan pengurangan. Untuk mengerjakan pembukuan ini, ada yang dikerjakan oleh pedagang sendiri dan ada juga yang menyewa akuntan khusus.
Konsep Akuntansi pada Awal Munculnya Islam
Setelah munculnya Islam di semenanjung arab dibawah kepemimpinan Rasulullah saw, serta telah terbentuknya daulah islamiyah di madinah, mulailah perhatian Rasulullah untuk membersihkan muamalah maaliah (keuangan) dari unsur-unsur riba dan dari segala bentuk penipuan, pembodohan, perjudian, pemerasan, monopoli dan segala usaha pengambilan harta orang lain secara batil. Bahkan Rasulullah lebih menekankan pada pencatatan keuangan. Rasulullah mendidik secara khusus beberapa orang sahabat untuk menangani profesi ini dan mereka diberi sebutan khusus, yaitu hafazhatul amwal (pengawas keuangan).
Diantara bukti seriusnya persoalan ini adalah dengan diturunkannya ayat terpanjang didalam Al-Qur’an, yaitu surah al-Baqarah ayat 282. Ayat ini menjelaskan fungsi-fungsi pencatatan (Kitabah), dasar-dasarnya dan manfaat-manfaatnya, seperti yang diterangkan oleh oleh kaidah-kaidah hukum yang harus dipedomani dalam hal ini. Para sahabat Rasul dan pemimpin umat islam juga menaruh perhatian yang tinggi terhadap pembukuan (akuntansi) ini, sebagai mana yang terdapat dalam sejarah khulafaur-rasyidin.
Adapun tujuan pembukuan bagi mereka di waktu itu adalah untuk mengetahui utang-utang dan piutang serta keterangan perputaran uang, seperti pemasukan dan pegeluaran. Juga, difungsikan untuk merinci dan menghitung keuntungan dan kerugian, serta untuk menghitung harta keseluruhan untuk menentukan kadar zakat yang harus dikeluarkan oleh masing-masing individu.
Dengan melihat sejarah peradaban Islam diatas, jelaslah bahwa ulama-ulama fiqih telah mengkhususkan masalah keuangan ini kedalam pembahasan khusus yang meliputi kaidah-kaidah, hukum-hukum, dan prosedur-prosedur yang harus di ikuti.
Runtuhnya Khilafah Islamiyah serta tidak adanya perhatian dari pemimpin-pemimpin Islam untuk mensosialisasikan hukum islam, serta dengan dijajahnya kebanyakan nagara Islam oleh negara-negara eropa, telah menimbulkan perubahan yang sangat mendasar disemua segi kehidupan ummat Islam, termasuk di bidang muamalah keuangan. Pada fase ini perkembangan akuntansi didominasi oleh pikiran pikiran barat. Para muslim pun mulai menggunakan sistem akuntansi yang dikembangkan oleh barat.
Dari sisi ilmu pengetahuan, Akuntansi adalah ilmu informasi yang mencoba mengkonversi bukti dan data menjadi informasi dengan cara melakukan pengukuran atas berbagai transaksi dan akibatnya yang dikelompokkan dalam account, perkiraan atau pos keuangan seperti aktiva, utang, modal, hasil, biaya, dan laba.
Dalam Al Quran disampaikan bahwa kita harus mengukur secara
adil, jangan dilebihkan dan jangan dikurangi. Kita dilarang untuk menuntut keadilan ukuran dan timbangan bagi kita, sedangkan bagi orang lain kita menguranginya. Dalam hal ini, Al Quran menyatakan dalam berbagai ayat, antara lain dalam surah Asy-Syura ayat 181-184 yang berbunyi:"Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan dan bertakwalah kepada Allah yang telah menciptakan kamu dan umat-umat yang dahulu."
Kebenaran dan keadilan dalam mengukur (menakar) tersebut, menurut Umer Chapra juga menyangkut pengukuran kekayaan, utang, modal pendapatan, biaya, dan laba perusahaan, sehingga seorang Akuntan wajib mengukur kekayaan secara benar dan adil. Seorang Akuntan akan menyajikan sebuah laporan keuangan yang disusun dari bukti-bukti yang ada dalam sebuah organisasi yang dijalankan oleh sebuah manajemen yang diangkat atau ditunjuk sebelumnya.
Kebangkitan Baru dalam Akuntansi Islam
Kebangkitan Islam baru telah menjangkau bidang muamalah secara umum, dan bidang-bidang finansial, serta lembaga-lembaga keuangan secara khusus. sekelompok pakar akuntansi muslim telah mengadakan riset dan studi-studi ilmiah tentang akuntansi menurut Islam. Perhatian mereka lebih terkonsentrasi pada beberapa bidang, yaitu bidang riset, pembukuan, seminar atau konverensi, pengajaran dilembaga-lembaga keilmuan dan perguruan tinggi, serta aspek implementasi pragmatis.
Implementasi Akuntansi Syariah
Beberapa aktivitas kehidupan umat Islam yang memerlukan akuntansi, yaitu antara lain (Harahap, 2008)
a. Akuntansi Zakat.
Kewajiban zakat bagi muslim merupakan bukti betapa pentingnya peranan akuntansi bukan saja bagi perusahaan atau lembaga tetapi juga bagi perorangan.
b. Akuntansi Pemerintahan.
Pengelolaan kekayaan negara melalui lembaga terkenal seperti Baitul mal juga memerlukan akuntansi yang lebih teliti karena menyangkut harta masyarakat yang harus dipertanggung –jawabkan, baik kepada rakyat maupun kepada Tuhan.
c. Akuntansi Warisan.
Untuk menghitung pembagian waris, Alquran telah memberikan petunjuk seperti yang terdapat dalam surat Annisa ayat 7 – 14.
d. Akuntansi Efisiensi.
Islam menganjurkan bahkan mewajibkan efisiensi. Tuhan telah menggariskan bahwa pemborosan merupakan perbuatan setan yang harus dihindari.
e. Akuntansi Pertanggungjawaban atau Amanah.
Islam mewajibkan agar dalam bisnis kita berlaku jujur tidak mengambil hak orang lain dan menjaga amanah. Untuk itu perlu laporan pertanggungjawaban.
f. Akuntansi Kesaksian.
Untuk memjaga agar kebenaran tetap terjaga maka diperlukan pembuktian yang benar dari mereka yang mengetahui kebenaran.
g. Akuntansi Syarikat.
Salah satu bentuk usaha yang dianjurkan dalam Islam adalah bentuk Mudharabah atau Musyarakah. Dalam bentuk usaha seperti ini diperlukan sistem yang bisa memberikan informasi serta pertanggung jawaban agar jalannya kerjasama tetap berada dalam koridor keadilan dan kejujuran.
Penutup
Untuk mempelajari sejarah akuntansi kita harus dapat membedakan antara tiga hal, yaitu (Harahap, 2008) :
1. Sejarah lahirnya praktek akuntansi itu dalam kehidupan manusia;
2. Sistem pencatatan akuntansi itu sendiri sebagai pencatatan transaksi dengan sistem pembukuan yang sekarang dikenal dengan double entry accounting system;
3. Sejarah perkembangan ilmu akuntansi itu sendiri, sejak ia merupakan satu bidang ilmu akuntansi umum kemudian berkembang menjadi berbagai sub bidang yang sudah dikenal saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar